Muktamar ke-32 Nahdlatul Ulama (NU) di Makassar, yang berlangsung pada 22-28 Maret lalu “dimanfaatkan” oleh sejumlah aktivis muda NU dari Jawa Tengah (Jateng) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk mensosialisasikan karya intelektual mereka berupa penerbitan majalah Arab Pegon atau majalah berbahasa Indonesia dengan tulisan huruf Arab.
Penerbitan majalah dengan menggunakan bahasa Arab Pegon terbilang sebagai terobosan. Karena itu, dengan natusiasme dan rasa percaya diri, sekumpulan anak muda NU yang terhimpun dalam Yayasan At-Turots Indonesia (YAI) menemui berbagai tokoh NU yang hadir di Makassar, agar mengenal produk yang mereka luncurkan.
Kepada NU Online, Pemimpin Perusahaan Majalah At-Turots, Muhammad Afifuddin mengemukakan, majalah tersebut hadir sebagai respons atas kegelisahan warga NU, terutama yang berkiprah di pesantren, atas semakin memudarnya tradisi Arab Pegon di lingkungan pesantren-pesantren NU.
“Penerbitan majalah Arab Pegon ini sebagai respons atas kegelisahan kiai-kiai NU di Jateng dan DIY atas semakin memudarnya tradisi Arab Pegon di lingkungan pesantren. Media ini diharapkan sebagai wahana untuk melestarikan kembali tradisi Pegon,” papar Afifuddin.
Arab Pegon merupakan tradisi tulis menulis dengan bahasa Arab yang bias dipraktikkan santri pesantren salafiyah. Arab Pegon dikenal juga dengan istilah Arab Melayu. Meskipun penulisannya memakai aksara Arab, pembacaannya menggunakan tata bahasa Indonesia.
Sejatinya Arab Pegon menggunakan bahasa Melayu yang penulisannya menggunakan aksara Arab. Tradisi Arab Pegon banyak dijumpai di pesantren-pesantren di Pulau Jawa. Karena itu Arab Pegon kerap juga disebut dengan Arab Jawi.
Menurut Afifuddin, gagasan penerbitan Majalah Arab Pegon dicetuskan oleh kiai-kiai sepuh NU di Jateng – DIY, antara lain KH Maemun Zubair, KH Mustofa Bisri, KH Sahal Mahfudh, dan KH Abdurrahman Hudori.
Selain itu, KH Dimyathi Rais, KH Shalahudin Wahid, KH. M Zaim Ahmad Ma’shoem, dan KH Ubab Maemoen juga ikut andil mendorong lahirnya majalah ini.
“Majalah Turots diprakarsai oleh kiai-kiai sepuh NU Jateng. Sebagian dari Jatim. Namun SDM-nya berasal dari DIY,” kata Afifuddin.
Redaktur Pelaksana Majalah Ar-Turots, Muhammad Shobirin mengungkapkan, majalah tersebut telah terbit tiga kali. Terbit edisi perdana pada Januari 2010 lalu. Majalah ini diterbitkan satu bulan sekali.
“Pada Muktamar ke-32 NU, kami meluncurkan edisi khusus muktamar. Alhamdulillah respons kiai-kiai NU sangat baik. Kami gembira karena meski terbilang baru, ternyata At-Turots sudah diburu muktamirin,” tutur Shobirin.
Geliat kaum muda NU di Jateng – DIY tersebut, mendapatkan perhatian khusus dari TV9. TV milik PWNU Jatim tersebut beberapa kali mengulas tentang Majalah At-Turots, dengan mewawancari para kru majalah tersebut maupun para muktamirin yang kedapatan sedang membacanya.
0 comments:
Post a Comment