Romantisme Dunia

Berbicara perihal dunia, sepertinya kita akan agak kesulitan untuk menemukan titik akhirnya. Persis sebagaimana kita kalau membahas tentang cinta, tahta, harta bahkan wanita.

Boleh dikata selama lidah manusia masih basah, mereka tidak akan berhenti membahasnya. Hal ini memang tidak terlepas dari banyaknya komentar tentang dunia itu sendiri. Coba kita hitung berapa banyak ayat Alloh yang menjelaskan dunia, juga tidak sedikit hadits dan pendapat para Alim berkaitan alam fana. Namun yang perlu kita garis bawahi dari kesemuanya adalah kesimpulan yang mengarah pada satu muara yaitu: “Dunia pada hakekatnya sama sekali tidak berharga”.

Terlepas dari firman Alloh dan hadits Nabi serta berbagai pendapat kalangan Ulama, kalau kita menganalisa dunia dari sisi lafdhiyah tekait maknanya, maka kita juga akan menemukan kesimpulan yang sama dengan yang di atas. Dunia yang dalam tata letak ilmu arab adalah isim sifat yang mengikuti wazan fu’la memiliki dua opsi pengartian, yaitu : 1. sesuatu yang dekat (teradopsi dari lafadh ad-dunuwwu), dan 2. sesuatu yang hina (teradopsi dari lafadh ad-dana’ah).

Harus diakui kalau kita memperhatikan pergeseran waktu dan masa di dunia ini dengan menggunakan indra dhohir (luar) saja, maka kita tidak akan merasakan perpindahan detik menuju menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun dan seterusnya. Sehingga waktu di dunia ini seolah tidak beranjak dari tempatnya. Dan kita baru akan merasakannya kalau kita sudah sampai pada penghujung waktu. Tak jarang pada saat seperti itu kita berucap, “tak terasa waktu sudah siang/sore/malam/dan seterusnya”. “rasanya baru tadi/kemarin aku……..”.

Fenomena di atas sama persis dengan keberadaan bayang-bayang. Secara dhohir seakan ia menetap dalam posisinya. Namun pada hakekatnya ia terus merambat bergerak. Namun kalau kita menghadapi kenyataan tersebut dengan menggunakan indra dhohir dan bathin (luar-dalam) atau yang biasa disebut dengan bashiroh, maka kita dapat merasakan betapa waktu di dunia ini bergerak begitu cepat melaju menembus alam kefanaan menuju gerbang keabadian. Dan sudah barang tentu hanya orang yang mempunyai akal saja yang dapat melakukan hal ini. Mereka tidak akan pernah tergoda dunia dan tak akan merisaukan apakah dia hidup bahagia atau sengsara yang penting akhiratnya terselamatkan.

Pada hakekatnya, kehidupan manusia itu memiliki tiga fase atau tahapan. Fase pertama adalah tahapan dimulai ketika ia masih belum berupa apa-apa. Dan fase ini akan berakhir pada yang disebut dengan Azali. Fase kedua adalah fase pertengahan. Yakni tahapan antara azali dengan kematian (awal keabadian). Dan dalam fase kedua inilah manusia menjalani masa-masa kehidupannya di alam dunia. Fase ketiga adalah masa di mana anak Adam pada waktu itu tidak lagi bisa melihat dunia yakni fase yang dimulai dari kematian seorang hamba sampai batas waktu yang tak terbatas (abadi)..

Sekarang mari kita mencoba untuk berhitung, mambagi dan membanding di antara semua fase yang pasti dilalui manusia tersebut. Secara naluri akal sehat kita dapat membayangkan betapa singkat dan terbatasnya kehidupan manusia di alam dunia kalau dibandingkan dengan dua fase yang lain. Secara kalkulasi dunia kita bisa mengetahui berapa lama manusia hidup di alam fana ini. Tapi adakah alat yang mampu menghitung keberadaan manusia selama hidup dalam fase pertama dan fase ketiga. Sesuai dengan keberadaannya sebagai fase pertengahan maka tidak salah kalau ada yang berkata “Dunia hanyalah tempat persinggahan sementara”. Dan memang perkataan tersebut bukanlah omong kosong belaka. Karena pada kenyataannya hal itu merupakan kesimpulan dari Ayat Al Qur’an dan hadits Nabi yang menjelaskan tentang kefana’an dunia ini. Maka sangatlah ironis orang yang beranggapan akan kekal hidup dunia ini atau menganggap tidak akan ada lagi fase kehidupan setelah selesai di dunia.

Dunia memang indah. Dihiasi dengan berbagai macam pesona. Hamparan samudra, rerimbunan hutan yang menghijau, gurun padang pasir yang membentang, belum lagi segala macam keindahan yang didesain dan disetting oleh manusia itu sendiri. Gedung-gedung pencakar langit, tempat-tempat hiburan dan rekreasi yang dipenuhi dengan segala macam fasilitas yang selalu menawarkan kesenangan. Setidaknya demikianlah gambaran miniatur dunia. Menarik dan selalu menggoda kita untuk ikut hanyut masuk di dalamnya. Belum lagi peran serta syetan yang tidak henti-hentinya memberi percikan-percikan dan bumbu-bumbu penyedap agar umat manusia semakin lelap dan nyenyak dibuai dunia.

Namun pernahkah kita sadar dan menyadari kalau semua yang ada didunia ini hanyalah semu dan fatamorgana belaka. Tidak lebih dari sekedar mimpi dalam tidur yang kemudian sirna ketika kita terbangun. Dunia tidaklah lebih baik dari seonggok sampah dan bangkai busuk. Penjilat dunia juga sudah selayaknya dipersandingkan dengan sekelompok anjing-anjing yang kelaparan.

Alloh memang sengaja tidak menampakkan wujud asli dunia kepada khalayak manusia. Tetapi Alloh justru memoles dan membungkus dunia dengan berbagai macam perhiasan keindahan. Karena dunia akan menjadi barometer dan tolak ukur sejauh mana keimanan seorang hamba. Ibarat wanita, hakekat dunia adalah nenek jompo yang didandani dengan berbagai macam perhiasan indah. Ia selalu merayu dan menggoda setiap lelaki. Di luar begitu tampak manis dan cantik dengan aneka macam intan berlian. Tetapi di dalam hatinya menyimpan niat buruk akan membunuh setiap lelaki yang mendekatinya. Lelaki yang terlena dengan goda dan rayunya pasti akan terpesona. Lain dengan lelaki yang masih mampu melihat dengan mata hatinya.

Tidak hanya sekali dua kali Rosululloh menyampaikan pesan dari Alloh SWT. agar umatnya jangan sampai tertipu oleh dunia. Walaupun hanya sekedar memikirkannya saja. Karena dampak yang akan ditimbulkan tidaklah sekecil dan seringan dunia yang akan didapatkan. Alangkah menyesalnya kita nanti kalau sampai dunia fana ini bisa memporak-porandakan tatanan akhirat kita yang kekal dan abadi.

Bukanlah hal yang gampang untuk menghidarkan diri kita dari dunia tempat kita hidup sekarang ini. Tidak semudah jika kita ingin masuk ke dalamnya. Butuh perjuangan dan pengorbanan yang ekstra, karena hidup di alam fana ini seperti kita ketika berjalan di atas comberan. Kalau kita tidak berhati-hati maka badan kita akan ternoda olehnya. Atau bahkan mungkin akan terpeleset dan terjerembab kedalamnya. Celakalah mereka orang-orang yang malah asyik bermain dengannya. Sekali lagi mereka tidak lebih baik dari sekelompok anjing yang sedang memperebutkan seonggok bangkai.

Sejujurnya dunia bukanlah tempat orang-orang mu’min untuk bersenang-senang, berfoya-foya menikmati berbagai macam keindahan yang ada. Karena dunia ini sebenarnya tak lebih dari sebuah penjara bagi mereka. Dan sebaliknya yang berhak menjadikan dunia sebagai surga adalah orang-orang kafir yang hidup tanpa perlu mengindahkan berbagai macam aturan-aturan agama. Hal ini karena memang sejak awal Alloh menjadikan dunia menjadi tiga bagian. Bagian untuk orang mu’min, orang munafik dan orang kafir. Bagian orang mu’min di dunia adalah supaya mereka menjadikannya sebagai tempat pencarian bekal untuk perjalanan yang sangat panjang yakni akherat. Sedangkan orang munafiq dan orang kafir mereka menjadikan dunia ini sebagai tempat pelampiasan bersenang-senang dan menghiasi dhohir mereka dengan berbagai macam hiasan tanpa mau peduli apakah yang mereka dapatkan itu dari hasil halal atau haram.

Kita sudah sepatutnya bersyukur karena menjadi umatnya Nabi Muhammad Saw. Meskipun semenjak beratus-ratus tahun kita sudah diberi peringatan keras agar tidak terlalu asyik dengan dunia apalagi memperebutkannya. Tetapi kenyataanya banyak orang dengan segala cara, baik halal atau haram, saling berlomba-lomba mengumpulkan dunia. Kalaupun diperlukan dengan cara membunuh orang lain bahkan keluarga sendiri, itu pun mereka jalani apalagi kalau hanya sekedar merampas dan menipu. Sama sekali itu bukanlah hal yang tabu. Tidak dapat kita bayangkan seandainya kita adalah umatnya Nabi-Nabi yang lain. Tentu kita sudah diluluhlantakkan oleh Alloh karena terlalu senang dan cinta dunia.
Read More >>

Arti kata Pengajian Oleh KH . A Mustofa Bisri

Pengajian Umum isilah populernya dari dulu. Entah mulai kapan, belakangan panitia-panitia lebih suka menyebutnya Pengajian atau Tabligh Akbar. Tidak perduli seberapa banyak orang yang akan menghadiri pengajian, di dalam undangan dan spanduk mesti disebut-tambahkan kata akbar.
Di banyak daerah terutama di Jawa, pengajian umum atau Tabligh Akbar sudah merupakan 'menu' tetap dalam setiap agenda kegiatan kaum muslimin. Boleh dikata, tidak ada hari besar Islam tanpa pengajian. Pengajian juga merupakan acara inti dalam setiap kegiatan khataman pesantren atau madrasah, dalam peringatan haul ulama, walimatul 'ursy; khitanan, syukuran haji, bahkan pindahan rumah.

Mungkin, semangat pengajian itu terutama didorong oleh gairah dakwah yang agaknya oleh umat Islam memang baru dipahami sebatas pengajian semacam itu. Maka, galibnya pembicara atau penceramahnya disebut dai atau mubaligh Dari sisi lain, karena namanya pengajian, maka yang mengisi atau berceramah pun juga umum disebut kyai.

Agaknya, masyarakat pun tidak merasa perlu membedakan antara "kyai mubaligh dan "mubaligh kyai". Padahal, keduanya-satu dengan yang lain-sangat berbeda. "Kyai mubaligh" artinya orang yang disebut kyai, karena mengisi pengajian alias mubaligh. Dia tidak harus memiliki pesantren atau bisa mengajar para santri. Sedangkan, "mubaligh kyai" ialah kyai yang-karena bisa tablig-diminta mengisi pengajian. Pembicara atau penceramah yang disebut kyai hanya karena pandai berbicara atau berceramah tentu tidak sama dengan kyai yang bisa berbicara atau berceramah. Katakanlah, yang pertama adalah orang yang 'berprofesi' sebagai dai atau mubaligh, sedangkan yang satunya lagi adalah kyai yang menjalankan fungsi tabligh atau dakwahnya.

Mereka yang 'berprofesi' sebagai dai atau mubaligh, umumnya memang memiliki bakat atau kemampuan berbicara dan pintar menarik perhatian. Mereka biasanya juga pandai melihat situasi. Ini kelebihan mereka. Kelemahan mereka, terutama bagi mereka yang sudah terlanjur 'laris', adalah dari segi mutu materi dakwah mereka. 'Bahan' yang terbatas, sering kali tidak sempat dikembangkan justru karena terus 'terpakai. Ibarat baterei yang tidak sempat di-charge.
Sebaliknya, mereka yang kyai umumnya tidak begitu mementingkan metode dakwahnya. Kadang-kadang, kita jumpai kyai yang mengisi pengajian umum persis seperti kalau beliau mengajar santri-santrinya di pesantren.

Di samping soal dai dan mubalighnya, pengajian atau ceramah agama yang juga mulai marak di kota-kota besar juga menarik diamati. Boleh jadi, menyadari keampuhan-atau dan 'kemurahan'-pengajian ceramah atau majelis taklim, banyak kelompok, golongan, organisasi, partai, bahkan instansi, yang menggunakannya untuk kepentingannya. Sering kali, kepentingan itu jauh dari kepentingan da'wah ila Allah atau da'wah ila al-lkhair.

Anda bayangkan sendiri. Berapa banyak golongan, kelompok, organisasi, partai dan instansi yang ada di negeri ini. Bayangkan, bila masing-masing memiliki majelis taklim sendiri, memiliki dai atau mubaligh sendiri-sendiri, dan mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Alangkah banyaknya jalan di depan kita. Masih mending, bila jalan-jalan itu menuju ke satu tujuan.

Kalau pun ada dakwah yang memang dimaksudkan mengajak ke jalan Tuhan atau kepada kebaikan, dai dan mubalighnya pun-sebagaimana dakwahnya itu sendiri yang 'alamiah'- boleh dikata juga 'alamiah', untuk tidak mengatakan amatiran.

Kita belum pernah mendengar ada semacam evaluasi terhadap kegiatan pengajian yang begitu intens itu. Misalnya, untuk sekedar mengetahui sejauh mana pengaruh kegiatan pengajian itu terhadap akhlak masyarakat. Atau, adakah korelasi antara pengajian-pengajian yang begitu semangat dengan perilaku masyarakat? Bila pengajian itu amar-makruf-nahi-munkar, mengapa makruf masih tetap mewah dan munkar merajalela?

 Majalah MataAir Edisi ke-8
Read More >>

Perintah dan Ajakan Oleh: A. Mustofa Bisri

Kata amar yang berasal dari bahasa Arab sama artinya dengan perintah. Perintah ialah perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu. Baik dalam kata amar maupun padanannya (perintah), kita merasakan adanya nuansa paksaan atau keharusan. Berbeda dengan ajakan yang ‘hanya’ berarti undangan; anjuran, atau permintaan supaya berbuat.
Ajakan lebih menyiratkan kelembutan. Sering kali, bahkan bernuansa ‘merayu’ seperti yang sering diperlihatkan suami terhadap isteri yang dicintainya atau sebaliknya. Tapi, banyak juga yang mengacaukan antara ajakan dan perintah sebagaimana yang sering dilakukan oleh kebanyakan calo terminal.

Di terminal, kita banyak menjumpai calo-calo yang menawarkan ‘busnya’ kepada calon-calon penumpang. Umumnya, dengan menyampaikan kelebihan dan keistimewaan bus yang ditawarkannya. Tapi, ada saja calo yang begitu bersemangat, sehingga kesannya bukan mengajak, tapi memaksa.

Berbicara tentang perintah dan ajakan, kita teringat kepada dua istilah yang sangat populer di kalangan kaum muslimin; yaitu dakwah dan amar makruf nahi munkar. Selama ini, umum menganggap kedua istilah itu sama. Padahal, minimal dari segi pengertian bahasa, keduanya berbeda seperti halnya perintah dan ajakan tadi.

Di dalam al-Quran sendiri, kedua istilah itu sering digunakan. Kita pisahkan dulu istilah dakwah yang digunakan dengan pengertian doa dan menyeru yang juga banyak digunakan dalam al-Quran. Karena kita hanya sedang membicarakan dakwah-atau dalam bahasa Indonesia, dakwah-yang berarti ajakan dan sering disamakan dengan amar makruf nahi munkar.

Ayat yang sering disebut-sebut sebagai dalilnya dakwah ialah ayat 125 surah 16. al-Nahl, “Ud’u ilaa sabiili Rabbika bilhikmati walmau’izhatil hasanati wajaadilhum billatii hiya ahsan. Inna Rabbaka Huwa a’lamu biman dhalla ‘an sabiilihi, waHuwa a’lamu bilmuhtadiin.” (Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui mereka yang mendapat petunjuk).

Dalam kalimat “Ajaklah ke jalan Tuhanmu…”, tidak disebutkan objeknya. Siapa yang harus diajak? Maka, dalam Al-Quran dan Terjemahannya, diberi tambahan dalam kurung (manusia) dan dalam beberapa kitab tafsir, diberi penjelasan bahwa yang diajak adalah mereka menjadi sasaran dakwah. Saya sendiri berpendapat bahwa kalimat ini memang tidak membutuhkan objek. Karena rangkaian kalimatnya sudah menunjukkan siapa yang harus diajak. Dari firman “Ajaklah ke jalan Tuhanmu”, sudah jelas siapa yang mesti diajak, yaitu mereka yang belum di jalan Tuhan.

Karena mengajak mereka yang belum di jalan Tuhan, maka-wallahu a’lam-diperlukan cara yang sesuai dengan yang namanya ajakan, dengan hikmah dan mau’idhah hasanah. Apabila mesti berbantah, hendaklah dengan cara yang paling baik. (Maka, kecenderungan melibas mereka yang belum/tidak di jalan Tuhan, sama halnya dengan menghendaki tidak difungsikannya ayat dakwah ini). Bahkan, untuk mendakwahi Firaun pun, Allah berfirman kepada kedua utusan-Nya, Nabi Musa dan Nabi Harun, “Faquulaa lahu qaulan layyinan…” (Q. 20: 44) “Dan berbicaralah kalian berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut…”

Kiranya, dengan cara yang diajarkan Tuhannya inilah, Nabi Muhammad SAW sukses dalam dakwahnya. Dan untuk konteks Indonesia, cara ini pulalah kiranya yang menyebabkan dakwah Para Walisongo berhasil.

Lalu, bagaimana dengan amar-ma’ruf nahi ‘anil-munkar yang bernuansa lebih ‘keras’? Amar-ma’ruf nahi ‘an al-munkar (seharusnya) merupakan ciri komunitas orang-orang mukmin yang tentu saja sudah berada di jalan Allah. (Baca misalnya, Q. 3: 110, 114; 9: 71). Dalam bahasa al-Quran, mereka satu sama lain adalah waliy (dalam bahasa Jawa, saya mengartikan waliy dengan bala, kebalikan dari musuh). Di dalam komunitas seperti ini, perintah berbuat makruf dan larangan berbuat kemungkaran merupakan keniscayaan. Sebab, mereka semua ada di satu jalan dan menuju satu tujuan. Jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan bersama. Kalau boleh kita urutkan, pertama-tama dakwah, kemudian amar makruf nahi munkar. Wallahu a’lam bishshawaab.
Read More >>

Izinkan Aku Menikah Tanpa Pacaran

Pacaran…? Hari gini gg punya pacar? Helloooooowww……

Di zaman globalisasi ini, sering kita sebagai muslim/muslimah dipertanyakan?
“punya pacar?”, “punya mantan berapa?”, “koleksi loe uda berapa?” ato mungkin “uda ngapain aja sama si ayank?”…..Betul gg….?

Hyuuuh..hyuuhh…kita orang Indonesia yang dikenal sebagai bangsa Timur yaitu bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai malah lebih sering terlihat/mencerminkan seperti bangsa barat yang menganut paham liberalism (kebebasan). Apa pasal?

Bagi remaja, hidup di zaman millennium ini tuntutan gaul gg bisa terelakkan. Akan d’bilang aneh bin cupu, bahkan abnormal kalo gg gaul. Bahkan menjadi anak gaul kayakx menjadi impian setiap remaja. Menyandang label anak gaul bisa bikin pede abis…ke sekolah serasa jadi bintang, ke mal serasa jadi pusat perhatian, jalan-jalan serasa jadi jadi raja jalanan :D :D Apa iya gaul yng seperti itu suatu keharusan..?

Kalo kita gg tau gossip terkini, d’cap gg up to date. Kalo kita gg pake baju super mini dan ketat, d’bilang norak. Kalo alis masih orisinil dan rambut gg d’cat, berarti kita gg ngikutin tren. Kalo gg nenteng HP keluaran terbaru d’bilang cupu atau bahkan GA GANDENG COWO/CEWE (truck gandeng kali yaaa) d’bilang cupu bin kuper. Kalo belum pernah makan burger atau pizza d’cap kuno. Entar lama-kelamaan, kalo kita seumur hidup gg pernah ngejabanin kafe, diskotik d’anggap manusia purba kali yaaa :D :D

Walhasil, gara-gara pengen dapet anak gaul, anak SD yang mau lulus malu kalo belum ngerokok. Yang SMP juga berlomba ngumpulin koleksi artis idolanya. Si putih abu-abu juga tengsin kalo masih nyandang predikat JOMBLO, akhirnya pake serbu satu jurus buat menarik perhatian lawan jenis. Yang uda jadi mahasiswa? Lebih-lebih... Malu kalo gg tau ngerasain yang nama kissing atau making love. Sebaliknya, malah merasa bangga dan gaul kalo uda “macem-macem” sama pasangan ilegalnya itu

Apa seperti itu gaul yang sehat? Apa Islam gg punya tuntunan dalam bergaul? Jawaban ADA, termasuk menyikapi rasa cinta. Rasa cinta itu memiliki makna yang luas, gg cuma mencakup cinta sesame lawan jenis ajh. Cinta terhadap diri sendiri (bukan egois), cinta terhadap orang tua, cinta terhadap sesama dan CINTA yang PALING HAKIKI adalah Cinta pada Dzat Yang Maha Kekal, Allah Subhana wa Ta’ala.

Inilah cintanya orang musyrik. Barangsiapa mencintai sesuatu sebagaimana ia mencintai Allah, yang ia lakukan bukan karena allah dan bukan karena mencari ridha-Nya, sesungguhnya ia telah menjadikan sesuatu sebagai tandingan Allah. Dan inilah kecintaan yang d’lakukan oleh orang-orang yang musyrik
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat dzalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (Al-Baqarah ayat 165)

Mereka mencintai selain Allah sama atau bahkan melebihi cinta mereka pada Allah. Kehidupan dunia lebih d’cintai daripada kehidupan akhirat. Mereka tertipu dan berada dalam kerugian.
Allah berfirman: “Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat dan bahwasannnya Allah tiada member petunjuk kepada kaum yang kafir.” (An Nahl ayat 107)

Lantas bagaimana dengan cinta terhadap lawan jenis? Apakah Islam melarangnya? Apa Islam punya solusi bagaimana mengatasi persoalan cinta? Jawabannya : Iya, Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan. Sejatinya, kita sebagai muslim menjadikan Islam as our way life….kenapa? karena semua sudah tertera dalam Al-Qur’an yaitu Firman Allah
“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku ridhoi Islam sebagai agamamu” (Al-Maidah ayat 3)

Lantas bagaimana Islam mengatur soal cinta? Ada Firman Allah dalam surat Al-Imran ayat 14
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia. Dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” Ada pula Firman Allah yang lain yaitu : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang." (Maryam ayat 96)

Jadi, cinta itu adalah fitrah. Jagalah ia jangan sampah jadi FITNAH. Jangan mentang-mentang cinta itu fitrah, kita jadikan alasan untuk bebas mencintai dan mengemas hubungan dgn pacaran. Bukan dengan alasan itu kemudian berdalih apa yang kita lakukan dalam pacaran adalah sebagai wujud dari sifat fitrah yang kita miliki. Pacaran d’identikan dengan bunga mawar, warna merah jambu, seabrek kado, perayaan hari jadian, jalan-jalan, SMS atau teleponan tiap hari, mojok dua-dua-duaan, perayaan valentine. Ooppss…masa kita sebagai Muslim uda pacaran bahkan ikut-ikutan budaya valentine..?

Katanya sih pacaran itu langkah awal mencari seseorang teman dekat dalam menuju proses pendewasaan kepribadian. Masa sih? Kepribadian yang dewasa gg ada hubungannya dgn pacaran. Orang yang pengalaman pacaran banyak gg menjamin memiliki kepribadian dewasa malah sebaliknya, gg sedikit gara-gara pacaran, kepribadian seseorang itu rapuh. Misalnya bgitu d’putusin pacar, gg sedikit yang lebih memilih bunuh diri? Apa itu orang yang memiliki kepribadian dewasa?

Pacaran juga sering d’anggap sebagai bentuk penjajakan untuk mendapatkan jodoh. Argumennya, sebelum mngambil keputusan menikah, ada baiknya “menguji” si calon itu tadi. Kalo memang pacaran untuk mncari jodoh, mestinya benar-benar yang punya pikiran matang donk yang melakukan? Tapi knp malah bnyak pelaku pacaran adalah pelajar ber-rok biru atau si rok abu-abu? Atau bahkan si bocah bau kencur ber-rok merah uda aktif dalam pacaran? Masya Allah…!!! Lantas apa tujuan pacaran? Apa karena punya rencana menikah? Jelas enggak! Jelas karena belum bisa menikah, mereka berpacaran. Semua syahwat yang d’larang (sebelum waktunya) oleh Islam justru mendapatkan penyaluran dlm pacaran. Mereka merasa bahwa pacaran itu membawa kebahagiaan dan kenikmatan, padahal mereka tercebur d’lautan dosa.

Ada pula yang menyebutkan untuk saling mengenal satu sama lain dan belajar untuk saling menyempurnakan, saling mngerti, saling berusaha mnjadi yg terbaik bagi pasangan, saling menasehati, saling melayani, saling membantu, saling bertumbuh keimanan pada Dia yang telah menciptakan pasangan yaitu Allah. Tentu kita akan terheran, sebelah mana pacaran dapat menumbuh keimanan? Apa dgn berdua-dua, berpegang tangan dan bhkan berhubungan intim? Naudzubillahi mindzalik. Saling melayani? Melayani dlm hal apa?

Ya, mereka memang saling melayani dlm berbuat maksiat dgn bersentuhan, berciuman bahkan bermesuman. Mungkin awalnya ereka hanya belajar bersama,makan bersama, berjalan bersama, hingga nantinya setan membisiki mereka untuk tidur bersama. Pacaran sendiri lebih menguntungkan pihak lelaki daripada perempuan. Lelaki bisa seenaknya merasakan tubuh wanita dgn alasan cinta. Ironisnya, si gadis juga merelakan bgitu saja tubuhnya d’sentuhi pacaranya krn janji akan d’nikahi. Hingga akhirnya hamil dan mengugurkan janinnya. Subhanallah, rentetan dosa telah terjadi.
Read More >>

Senyum yang Mengalahkan Pedang

Oleh | WAA. Ibrahimy

Sejarah senyum rasanya sudah setua usia peradaban manusia, atau bahkan sepurba semesta raya. Para nabi di samping terutus untuk membawa peringatan, mereka pun datang dengan membawa berita gembira. Disinilah fungsi senyum sangat berperan. Baginda Nabi Muhammad saw., keluhuran, kesantunan, dan kelembutan budi pekertinya telah lekat teridentifikasikan dengan senyumnya yang menawan.

Senyum adalah ekspresi dari keceriaan batin seseorang. Dan batin setiap muslim yang telah dialiri keimanan dari ladang amal kebaikannya, akan menumbuhkan kebahagiaan serta kedamaian yang hakiki, atau disebut juga hayâh thayyibah. Ini karena jiwa mereka menjadi benderang oleh cahaya kebenaran yang dengan tulus hati menerima, pasrah, dan tunduk mengikuti bimbingan Sang Maha Pencipta, Allah Swt., sebagaimana janji-Nya, "Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (hayâh thayyibah), dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An-Nahl: 97)

Senyum tawa yang tampak pada permukaan wajah adalah aktifitas tubuh manusia sebagai wakil perasaan riang atau kasih sayang yang muncul dari lapisan bawah batinnya. Senyum juga merupakan hasil kerja otak kecil dan selaput otak secara bersama-sama. Dimana temperamen karakter seseorang – dalam anggapan fisiologi – berkaitan erat dengan sejenis cairan tubuh manusia yang disebut humour. Aktifitas senyum tadi telah berperan merangsang otak untuk mengeluarkan senyawa yang mampu menurunkan kadar kepekaan tubuh manusia yang menghubungkan sistem saraf, imun, dan endoktrin. Karena itu senyum sebenarnya adalah "kekuatan terpendam" yang sangat hebat, dan aktifitasnya merupakan sedekah berharga yang merawat tubuh agar tetap sehat. Benarlah sabda Baginda Nabi saw. : تَبَسَّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ "Senyumanmu pada wajah saudaramu adalah (bernilai) sedekah bagimu." (HR. Tirmidzi)

Kekuatan senyum tawa bila dikelola dengan baik akan mengalahkan ketajaman pedang sekalipun. Berapa banyak pedang yang tajam urung dihunuskan, berapa banyak genderang perang gagal ditabuhkan, berapa banyak susah gelisah reda menjadi ketenangan, berapa banyak luka menganga tak terasa menyakitkan, berapa banyak rasa amarah musnah terpadamkan, dan berapa banyak khianat kebencian surut menjadi cinta kesetiaan, hanya dengan satu senyum ketulusan. Lihatlah bagaimana ketika Baginda Nabi saw. sedang bertawaf di Baitullah al-Haram, tiba-tiba seorang pemuda mendekatinya perlahan. Ada gelagat tak nyaman dari raut wajah yang tampak tak tenang. Pemuda itu adalah Fadlâlah bin 'Umair yang sengaja datang membuntuti Nabi dengan memendam kebencian mendalam. Benaknya berencana hendak membunuh Nabi. Namun, ketika jarak antara keduanya semakin dekat, Baginda segera menyapanya ramah, "Bukankah engkau Fadlâlah?" Demi mendengar sapaan hangat itu, suasana hatinya pun tiba-tiba berubah ciut, "Benar ya Rasulallah!" "Apa yang engkau bicarakan dalam hatimu?" Selidik Baginda seketika. "Tidak ada, aku sedang berdzikir mengingat Allah 'Azza Wa Jalla!" Jawab Fadlâlah mengelak gugup. Mendengar itu Nabi saw. pun tersenyum, lalu bersabda, "Beristighfarlah kepada Allah!" Sambil tangannya yang mulia menyentuh dada pemuda tersebut. Sehingga menjadi damailah hatinya, dan "genderang" permusuhan di balik dadanya pun urung ditabuhkan. Di waktu yang lain, saat mengingat peristiwa bersejarah itu, Fadlâlah berkata, "Demi Allah, tidaklah Baginda mengangkat tangannya dari dadaku, sehingga tak ada satu pun makhluk Allah yang lebih aku cintai darinya!"

***

Lihatlah juga kisah Syaibah bin Utsman bin Thalhah – yang ayah dan pamannya terbunuh pada perang Uhud. Suatu ketika ia bersama pasukan Quraisy pergi menuju Hawazin di Hunain, ia berharap dapat membalaskan dendam seluruh kaumnya, membunuh Rasulullah di sela-sela pertempuran nanti. Dan bila mendengar perkataannya, tampaklah betapa besar kebencian Syaibah kepada Baginda Nabi saw. dahulu, "Andaikan tak seorang pun dari Arab atau lainnya kecuali menjadi pengikut Muhammad, aku tak kan pernah mengikutinya selama-lamanya!" Dengan kelihaian dan ketangkasan yang dimiliki, Syaibah dapat menembus pasukan kaum muslimin yang saat itu bercerai berai menjauh dari Rasulullah. Ia pun hunuskan pedang berjalan mendekati Baginda, dan ketika pedang diangkat sehingga hampir saja menebas diri Baginda, tiba-tiba sekilas cahaya api berkelebat di depan wajah Syaibah, bagai petir menyambar, hampir saja mencelakainya. Ia pun reflek menutup wajah dengan kedua tangannya, ketakutan. Belum juga reda rasa kaget dan takut di benak Syaibah, seketika ia mendengar seseorang memanggil namanya, "Wahai Syaibah mendekatlah padaku!" Dilihatnya orang itu tak lain adalah Rasulullah saw. Syaibah tak kuasa, ia pun tunduk mendekat mengikuti panggilan tersebut. Sekali lagi tangan Baginda yang mulia mengusap lembut dada orang yang hendak membunuhnya, seraya berdoa, "Ya Allah, lindungilah ia dari Syetan!" Maka ketika itu "pedang" kebencian yang terselip di balik dadanya pun urung dihunuskan. Nabi bersabda, "Mendekatlah kepadaku dan berperanglah!" Sekejap, Syaibah pun berdiri mengambil posisi di depan Baginda, berubah menjadi pembelanya yang setia, karena tak ada lagi yang lebih ia cintai dari telinga, mata, bahkan dirinya sendiri setelah itu, selain Baginda Nabi saw. "Allah Maha Mengetahui, sesungguhnya aku rela menjadikan diriku sebagai tameng Rasulullah dari apapun saja. Dan andai aku berhadapan dengan ayahku sendiri saat itu, pasti kutebas juga dengan pedang!" Tuturnya kemudian di hari-hari yang lain.

***

Subhânallôh, betapa hebat efektifitas senyum itu, senyum yang lahir dari ketulusan dan dikelola oleh kekuatan iman tentunya, akan benar-benar mengalahkan ketajaman pedang! Maka tersenyumlah, seperti senyum bisyârah (berita gembira) Nabi yang meredakan gelisah Ka'ab bin Malik, Murârah bin Rabi', Hilal bin Umayyah, dan Abû Lubâbah saat taubatnya dikabulkan. Atau senyum syafaqah (empati) beliau yang menyembuhkan pasukan muslimin di pertempuran Thaif, sehingga luka-luka yang menganga pun tak terasa menyakitkan. Atau senyum rahmah (kasih) beliau yang menyadarkan kebodohan seorang Badui dari kesalahan buang air kecil di dalam masjidnya yang mulia. Rasulullah saw. masih saja tersenyum ketika sedang i'tizâl dari isteri-isterinya. Bahkan menjelang akhir hayatnya, Nabi saw. – yang sempat beberapa saat tak shalat berjama'ah dengan kaum muslimin – keluar dari balik kamar, berdiri, memandangi sahabat-sahabat sedang melangsungkan shalat, dengan wajah bak selembar mushaf bercahaya, tersenyum sangat bahagia. Abu Bakar ra. yang ketika itu berada di depan, mundur selangkah ke shaf, demi menyilahkan Baginda untuk menjadi imam selanjutnya. Namun Baginda Nabi saw. memberi aba-aba agar mereka terus melanjutkan shalat. Lalu beliau kembali ke dalam kamar, menutup tirai, dan di hari itu pula Baginda bertemu Sang Rafîqil A'lâ.
Read More >>

Belajar Semangat dari Kisah Kalîmullâh Musa as

Sepuluh tahun lebih pemuda yang tercerahkan itu, Musa as. meninggalkan Mesir, tanah air tercinta, sejak ia menyelamatkan diri dari buruan Fir'aun. Hijrah dan bermukim di Madyan, hingga menemukan seorang wanita belahan jiwa, Shafura puteri Syu'aib as.

Sepuluh tahun adalah rentang waktu yang cukup lama bagi seseorang untuk mampu bertahan menyimpan rasa rindu kepada tanah kelahiran, tempat tumpah darahnya, meski ia tidak pernah merasakan kebahagiaan hidup di sana. Dimana seorang seperti Musa as. yang seharusnya memiliki kenangan hidup indah saat berada di negeri sendiri sebagaimana layaknya seorang dari keluarga kerajaan yang hidup mewah dan terhormat pernah memimpikannya. Bukankah ia dibesarkan sebagai putera angkat penguasa Mesir yang mengaku berperadaban tinggi itu? Bukankah dahulu Fir'aun, atas inisiatif isteri, juga kecenderungan hatinya, menginginkan bayi Musa yang mungil dan lucu itu menjadi bagian dari keluarganya? Maka, tentu wajarlah bila ia merindukan Mesir dan ingin pulang kembali setelah berkeluarga.

Bergegaslah Musa as. beserta isteri tercinta mengemas barang dan menyediakan kendaraan, lalu memohon diri kepada sang mertua, Syu'aib as., salah seorang nabi pilihan yang diutus untuk bangsa Madyan, yang telah membimbingnya laksana orang tua, bahkan guru spiritualnya. Dan bertolaklah rombongan keluarga kecil tersebut menuju selatan, menghindari jalan umum, agar tidak diketahui oleh Fir'aun dan kaumnya yang masih memburu Musa as.

Setibanya di Thur Sina, suatu daerah bebukitan, Musa kehilangan arah, bingung harus kemana ia meski melangkah? Dalam keadaan demikian, terlihatlah olehnya seberkas sinar yang berasal dari api menyala-nyala dari atas lereng sebuah bukit. Ia berhenti, lalu berlari menuju pancaran sinar itu, seraya berkata kepada isterinya, "Tinggallah kamu disini menantiku. Aku pergi melihat api yang menyala di atas bukit itu dan segera kembali. Semoga aku dapat membawa suatu berita atau setidaknya membawa sesuluh api untuk menghangatkan badanmu yang sedang menggigil kedinginan."

Tatkala Musa as. sampai di tempat api tersebut, terdengar suara seruan kepadanya berasal dari sebatang pohon di pinggir lembah, sebelah kanan, pada tempat yang diberkahi. Suara seruan yang didengar oleh Musa as. itu adalah, "Wahai Musa! Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya aku ini adalah Allah tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku." (QS. Thâhâ: 11-14)

Itulah wahyu pertama yang diterima langsung oleh Musa as. sebagai tanda kenabian, dimana ia telah dinyatakan Allah Swt. sebagai rasul dan nabi-Nya yang terpilih, dalam kesempatan berdialog langsung dengan Allah di atas bukit Thur Sina. Disanalah kemuian Allah Yang Maha Kuasa menganugerahi dua mukjizat sebagai persiapan untuk menghadapi Fir'aun yang sombong dan lalim.

Bertanyalah Allah kepada Musa as., "Apakah itu yang di tangan kananmu, wahai Musa!" (QS. Thâhâ: 17) Suatu pertanyaan yang mengandung arti lebih dalam dari apa yang sepintas lalu dapat ditangkap oleh Musa dengan jawabannya yang sederhana.

"Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul daun dengannya untuk makanan kambingku. Selain itu aku dapat pula menggunakan tongkatku untuk keperluan-keperluan lain yang penting bagiku." Ataukah dengan jawaban yang sederhana dan terkesan terlalu panjang itu, Nabi Musa as. sesungguhnya ingin menikmati suasana maha dahsyat nan memesona, yang seumur hidup baru sekali ia rasakan?!

Pertanyaan Allah Swt. yang terkesan sederhana itu baru dipahami dan diselami oleh Musa usai Allah memerintahkan kepadanya agar meletakkan tongkat yang dipegangnya di atas tanah, lalu menjelmalah menjadi seekor ular besar yang merayap dengan cepat sehingga membuat Musa lari terkejut, menjauhinya.

Allah Swt. berseru kepada Musa as., "Peganglah ular itu dan jangan takut. Kami akan mengembalikan kepada keadaannya semula." (QS. Thâhâ: 21) Maka begitu ular yang sedang merayap itu ditangkap dan dipegang oleh Musa, ia segera kembali menjadi tongkat yang diterimanya dari Syu'aib as., mertuanya tercinta, ketika ia bertolak dari Madyan.
Sebagai mukjizat yang kedua, Allah Swt. memerintahkan kepada Musa as. agar mengepitkan kedua telapak tangan ke bawah lengannya; yang nyata setelah perintah itu dilakukan, kedua telapak tangannya segera menjadi putih cemerlang tanpa suatu cacat atau penyakit pun.

***

Raja Fir'aun yang telah berkuasa di Mesir telah lama menjalankan pemerintahan yang lalim, kejam dan otoriter. Rakyatnya terdiri dari bangsa Egypt yang merupakan penduduk pribumi, dan bangsa Israel yang merupakan golongan pendatang, mereka semua hidup dalam suasana penindasan, tidak merasa aman, baik nyawa maupun harta benda.
Selain kelaliman, kekejaman, penindasan dan pemerasan yang ditimpakan oleh Fir'aun atas rakyatnya, terutama kaum Bani Israel. Lebih buruk dari hal itu semua adalah pernyataan dan pengukuhan dirinya sebagai tuhan yang harus disembah dan dipuja. Dengan demikian ia makin jauh membawa rakyatnya ke jalan yang sesat tanpa pedoman tauhid dan iman, sehingga makin dalamlah mereka terjerumus ke lembah kemaksiatan dan kerusakan moralitas.

Maka dalam kesempatan berdialog langsung di bukit Thur Sina itu diperintahkanlah Kalîmullâh Musa as. oleh Allah untuk pergi kepada Fir'aun sebagai Rasul-Nya, mengajak beriman kepada Allah, menyadarkan dirinya bahwa ia adalah makhluk biasa sebagaimana rakyatnya yang tidak pantas menuntut orang menyembahnya sebagi tuhan, dan menyeru bahwa Tuhan yang wajib disembah olehnya dan semua manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa, Allah Swt. Yang telah menciptakan alam semesta ini.

Nabi Musa as. dalam perjalanannya menuju kota Mesir setelah meninggalkan Madyan, selalu dibayangi oleh kecemasan, jika saja peristiwa pembunuhan yang telah dilakukannya sepuluh tahun yang lalu itu, tidak juga terlupakan dan masih belum hilang dari ingatan para pembesar kerajaan Fir'aun. Ia tidak mengabaikan kemungkinan bahwa mereka akan melakukan pembalasan terhadap perbuatan yang tidak sengaja tersebut dengan hukuman pembunuhan atas dirinya, bilasuatu ketika ia sudah berada di tengah-tengah mereka. Ia hanya terdorong rasa rindunya yang sangat kuat kepada tanah kelahiran, tempat tumpah darah, dan kepada sanak familinya dengan memberanikan diri kembali ke Mesir tanpa memperdulikan akibat yang mungkin dihadapi.

Jika pada waktu bertolak dari Madyan dan selama perjalannya melalui Thur Sina, Musa as. dibayangi rasa cemas akan pembalasan Fir'aun, maka dengan perintah Allah Swt. yang sangat tegas, "Pergilah engkau kepada Fir'aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas!" (QS. Thâhâ: 24) Segala bayangan itu pun dilempar jauh-jauh dari pikirannya, dan bertekad akan melaksanakan perintah Allah menghadapi Fir'aun, apa pun resiko yang akan terjadi pada dirinya. Demi menenteramkan hatinya, berkatalah Musa kepada Allah, "Aku telah membunuh seorang dari mereka, maka aku cemas mereka akan membalas untuk membunuhku, berikanlah seorang pembantu dari keluargaku sendiri, saudaraku Harun, untuk menyertaiku dalam melakukan tugasku, meneguhkan hatiku, dan menguatkan tekadku menghadapi orang-orang kafir tersebut, terlebih Harun saudaraku itu lebih fasih lidahnya dan lebih cerdik dari diriku untuk berdebat."

Allah Swt. berkenan mengabulkan permohonan Musa as., maka digerakkanlah hati Harun yang ketika itu masih berada di Mesir untuk pergi menemui Musa mendampinginya, dan bersama-sama pergilah mereka ke istana Fir'aun dengan diiringi firman Allah Swt., "Janganlah kamu berdua khawatir. Sesungguhnya Aku beserta kamu, Aku mendengar dan melihat." (QS. Thâhâ: 46)

Bila peristiwa yang dialami Kalîmullâh Musa as. di bukit Thur Sina sebagaimana tersebut di atas adalah potret kondisi kejiwaan yang menggambarkan proses peralihan dari suatu tahapan mentalitas kepada tahapan mentalitas lain yang lebih baik, sempurna, sehingga dalam rentang waktu itu sangatlah dibutuhkan faktor penguat internal, suatu motivasi spiritual ketuhanan, sebagaimana Firman Allah, "Janganlah kamu berdua khawatir. Sesungguhnya Aku beserta kamu, Aku mendengar dan melihat." Maka demikan pula halnya dengan Baginda Nabi Muhammad saw.

Ingatlah, ketika wahyu pertama menjelang diterima Baginda Muhammad saw., diawali oleh suatu mimpi yang benar. Dimana setiap kali Nabi saw. bermimpi, mimpi itu datang bagaikan terbitnya Subuh. Dikala Nabi saw. sering menyendiri, menyepi di gua Hira’. Di sana, ia melakukan tahannuts beberapa malam. Kemudian pulang menemui keluarga, menemui Khadijah, istri tercinta, mengambil bekal lagi untuk beberapa malam. Hal itu terus dilakukan sampai suatu ketika, pada malam 17 Ramadlan, bertepatan dengan 6 Agustus tahun 610 Masehi, tiba-tiba wahyu itu datang kepadanya.

Tentang peristiwa tersebut, Nabi saw. pernah berkisah, "Malaikat itu menarik dan merengkuhku, hingga aku merasa kelelahan. Lalu ia melepaskanku seraya berkata, 'Bacalah!' Aku menjawab, 'Aku tidak dapat membaca!' Dia menarik dan merengkuhku lagi, hingga aku merasa kelelahan. Kemudian ia melepaskan sambil berkata, 'Bacalah!' Aku menjawab, 'Aku tidak dapat membaca!' Dan untuk yang ketiga kalinya ia menarik dan merengkuhku sehingga aku merasa kelelahan, lalu ia melepaskanku dan berkata, 'Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan! Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu teramat Mulia, Yang mengajarkan manusia dengan pena (tulis baca)! Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.'" (QS. Al-'Alaq: 1-5)
Baginda saw. pulang dalam keadaan gemetar, ia masuk ke rumah, seraya bersabda, "Selimuti aku, selimuti aku!" ia meminta kepada Khadijah ra. Demi mendengar itu, isteri yang penurut dan setia itu pun segera menyelimutinya.
Setelah sedikit reda cemasnya, Nabi saw. bersabda lagi, "Hai Khadijah, apa yang telah terjadi denganku?" Lalu ia menceritakan seluruh peristiwa yang dialaminya. "Aku benar-benar cemas terhadap diriku!" lanjut Nabi saw. kemudian.
Tatkala mendengar ungkapan kegelisahan suami tercinta, Khadijah ra. isteri yang bijaksana itu sedikitpun tidak memperlihatkan kekhawatiran, kecemasan hatinya, namun dengan khidmat ia menatap muka sang suami, seraya berkata, "Bergembiralah, wahai anak pamanku, tetapkanlah hatimu, demi Tuhan yang jiwa Khadijah di dalam tangan-Nya, aku berharap engkaulah yang akan menjadi nabi bagi umat kita ini. Allah tidak akan mengecewakan engkau! Bukankah engkau yang senantiasa berkata benar, yang selalu menguatkan tali silaturahim, bukankah engkau yang senantiasa menolong anak yatim, memuliakan tetamu, dan membantu setiap orang yang ditimpa kemalangan dan kesengsaraan?" demikianlah Ummu al-Mu'minîn Khadijah ra. menenteramkan hati suaminya tercinta, Baginda Nabi saw.

Dalam suatu riwayat disebutkan, selama kurang lebih dua setengah tahun lamanya sesudah menerima wahyu yang pertama, barulah kemudian Baginda Nabi saw. menerima wahyu yang kedua. Di kala menanti turunnya wahyu kedua itu, kembali Nabi saw. diliputi perasaan gelisah, cemas jika saja wahyu tersebut putus. Namun dalam keadaan setengah hati itu, dengan menetapkan tekad, Nabi saw. terus melakukan tahannuts sebagaimana biasa, menyepi, sendiri di Gua Hira'. Tatkala itu, tiba-tiba terdengarlah suara dari langit, ia menengadah, terlihatlah Malaikat Jibril as. sehingga ia menggigil terkejut, dan segera pulang ke rumah. Kemudian meminta Ummu al-Mu'minîn ra. saat itu, sekali lagi, untuk menyelimutinya. Dalam keadaan berselimut itulah, datang Jibril as. menyampaikan wahyu Allah Swt. yang kedua, sejumlah firman suci yang memberi kekuatan, semacam motivasi spiritual kepadanya, "Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan, dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak!" (QS. Al-Muddatstsir:1-6)

Sehingga dengan kalimat yang menyimpan kekuatan spiritual sebagai pemantapan mental maha dahsyat itulah semangat dan rasa percaya diri Nabi saw. dalam mengemban risalah suci Ilahi tersebut benar-benar tersimpul kuat dalam jiwanya, jiwa seorang utusan Tuhan, bahkan kekasih-Nya, sebagai teladan umat manusia.

***

Adalah menjadi sunnah orang berjuang, di awal langkah perjalanan spiritualnya akan mengalami suatu kondisi psikologis yang disebut dengan proses ishla<span>h</span>, semacam restorasi spiritual, improvement, atau dengan kata lain perbaikan kejiwaan menuju kesempurnaan mentalitas, disertai rasa yakin dan percaya diri yang terukur dengan baik.

Jika Nabi saw. mengalami peristiwa hampir serupa sebagaimana halnya Kalîmullâh Musa as., mengalami proses ishla<span>h</span> di awal hirarki perjuangannya, yang mungkin dapat dikatakan sebagai masa orientasi sebelum memasuki rentang waktu yang panjang mengemban rugas suci nan berat yang akan dijalaninya itu. Maka realitas tersebut, peristiwa pada lembaran sejarah yang mencatat kisah mereka, adalah entitas yang menjadi materi penting bagi kita, sebagai umat yang hidup sesudahnya, untuk mengambil teladan, belajar makna semangat, mempersiapkan mental, dan menanamkan rasa percaya diri yang kuat, demi suatu perjuangan yang panjang dalam menapaki hidup penuh rintangan.

Sebagaimana Kalîmullâh Musa as. memperoleh dukungan moral dan motivasi yang menenteramkan jiwa dari Nabi Syu'aib as., mertua sekaligus guru pembimbing spiritualnya. Demikian pula Baginda Nabi Muhammad saw. memperoleh hal yang serupa dari seorang kerabat dekatnya, Waraqah bin Naufal, dimana dalam suatu kesempatan ia berkata kepada Nabi saw., "Quddûs, Quddûs! Wahai (Muhammad) anak saudaraku, itu adalah rahasia paling besar yang pernah diturunkah Allah kepada Musa as. Wahai, kiranya aku dapat menjadi muda dan kuat, semoga aku masih hidup, dapat melihat, ketika engkau dikeluarkan (diusir) kaummu!"

Mendengar perkataan Waraqah yang sedemikian itu, Nabi saw. bertanya, "Apakah mereka (kaumku) akan mengusirku?"
Waraqah menjawab, "Ya, semua orang yang datang membawa seperti apa yang engkau bawa ini, mereka senantiasa dimusuhi. Jika saja aku menjumpai hari dan waktu engkau dimusuhi itu, aku akan menolong engkau dengan sekuat tenagaku!"

Kita butuh sosok spesial, berkarakter ideal, sebagaimana Syu'aib, Harun dan Shafura bagi Kalîmullâh Musa as. Kita juga butuh sosok spesial, berkarakter ideal, sebagaimana Waraqah bin Naufal, Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Khadijah bagi Baginda Muhammad saw. Atau setidaknya sepersekian persen saja dari sejumlah karakter mulia tersebut, kita sangat membutuhkannya. Kita butuh rengkuhan dan dekapan ruhani, sebagai faktor penguat spiritual yang mampu mengukuhkan pijakan dalam melangkah. Kita juga butuh selimut keyakina, dan dukungan orang-orang tercinta, yang memberi hangat ketenteraman agar semangat, ketika kemudian harus bangkit kembali mendengar panggilan suci, qum fa andzir, bangun dan berilah peringatan!

Demikianlah para pejuang kebenaran, para pembela ajaran sejati, pengemban agama suci; di setiap periode, di ruang waktu yang berbeda, akan mengalami suatu masa sulit, sebagai sunnah perjuangan. Dan ketika itulah para pembela, pendamping setia, hadir membela, membuktikan perhatian dan dukungannya sepenuh jiwa raga.

Namun, ada hal yang lebih besar dari itu semua, suatu restosari spiritual, improvement Ilahi, akan datang, turun ke dalam hati para pejuang sejati, menguatkan semangat, meneguhkan tekad, dan menggerakkan nilai-nilai maknawi menjadi entitas, berwujud, mengejawantah, sebagai suatu gerak langkah bernama perjuangan nyata, menorehkan tinta emas dalam lembaran panjang sejarah.

Semoga semangat suci itu teranugerahkan pada setiap aktifitas kita, di antara hari-hari yang datang dan pergi; teresap oleh setiap dada, pada hasrat, pada helaan nafas, hirup hembus dan aliran darah. Maka, selalu bersemangatlah!
Read More >>

Doa adalah intisari ibadah

Bismillah Alhamdu lillah was shalatu wassalamu alaaa rasulillah
Wa ba'du.
Sesungguhnya berdoa adalah ibadah yang paling utama, karena dalam doa terkandung ma'na khusyu', tunduk, merendahkan diri kembali dan taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Rahasia itu terkandung daam sebuah hadits :

الدعاء مخ العبادة
Doa adalah intisari ibadah.

A. Bertasbih Adalah :Mensucikan dzat Allah Yang Maha Agung dari segala bentuk kekurangan dan persekutuan. Maha suci Allah dengan segala kesempurnaan-Nya.

Tidak sedikit hadits yang menjelaskan keutamaan bertasbih. Sebagian haits menjelaskan hikmah-hikmah dzikir dan bertasbih yang dita'loqkan kepada jumlah-jumlah tertentu. Semisal ,33, 34, 100,200, dan sebagainya. Hanya Allah yang Maha Tahu rahasia dibalik angka-angka itu dan sebagian hamba-hamba yang telah diberi tahu oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.


Sebagaimana yang kewarid dalam hadits-hadits sahih :

1- barang siapa membaca سبحان الله وبحمده dipagi dan sore hari sebanyak seratus kali maka tidak ada seorang pun yang datang membawa amalan yang lebih afdol, kecuali orang yang membaca seperti apa yang dibacanya atau lebih dari pada
itu.

2-Barang siapa dipagi hari membaca subhanallahi Al-'adzim wa bihamdihi seratus kali dan disorehari seratus kali,maka diampunilah dosa-dosanya walau sebanyak buih dilautan (saking banyaknya).

3-Taasbih tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga kali, takbir tiga puluh empat kali setiap setelah shalat fardhu.

4- Barang siapa membaca "laa Ilaha illallah, wahdahu laa syarika lahu, lahu Al-mulku wa lahu Al-hamdu wa huwa 'alaa kulli syaiin qadiir" dua ratus kali dalam sehari maka tidak seorangpun yang mampu mendahului dan tidak satupun orang yang mampu menyusul setelahnya kecuali orang yang mengamalkan amalan yang lebih baik darinya.

5-Barang siapa membaca seratus ayat maka ia tergolong orang-orang yang merendahkan diri kepada Allah azza wa jalla.


Oleh karena itu Abu hurairah, sebagian sahabat dan tabi'in menghitung dzikir dan doa mereka dengan biji kurma ataupun kerikil diluar shalat. Dengan harapan mendapat fadilah dan pahala yang telah dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wasallam sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan. Bahkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melihat sebagian sahabatnya menghitung tasbih mereka dengan hitungan biji-biji kurma dan Nabipun tidak menegurnya.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu dawud dalam bab Nikah ,dari abi nadhir beliau berkata :" seorang Syekh dari Thafawa berkisah kepadaku" : Aku bertamu kepada Abu Huraira diMadinah, "Aku tidak melihat seorang laki-laki dari sahabat Rasulullah shallahu 'alaihi wasallam yang lebih semangat dan lebih memperhatikan tamu dari pada beliau. Pada suatu hari ketika aku didekatnya, dan beliau diatas tempat tidurnya dengan membawa kantong berisikan kerikil atau biji kurma yang menghitam, sedangkan beliau menggunakannya untuk bertasbih. ketika kerikil/ biji kurma didalam kantong itu habis beliau meletakkan kantongnya diatas kerikil/biji kurma. Kemudian aku kumpulkan kerikil/biji kurma itu, lalu aku masukkan kedalam kantong, kemudian aku haturkan kepada beliau.

Ibnu Majah, Abu dawud, At-tirmidzi, An- nasai dan Imam Hakim dalam Mustadraknya meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bertasbih menggunakan tangan beliau Shallallahu 'alaihi wasallam yang Mulia. Al-'Azizi dalam As-siraj Al-munir Syarah Al-jaami' Al-shaghir menjelaskan " artinya menghitung Dzikir/ Tasbih dengan menggunakan Jari-jari, agar jari-jari itu bersaksi untuknya . Karena jari-jari itu nanti akan berkata pada saat dimintak pertanggung jawaban(dihari penghitungan amal).

Dari kisah dalam riwayat Abi dawud dan riwayat-riwayat yang lain, bisa ditarik kesimpulan bahwa :

Boleh menghitung dzikir atau tasbih dengan menggunakan alat selain guratan-guratan jari. Baik berupa kerikil, biji kurma dan sebagainya. Dengan menggunakan tasbih yang dirangkai seperti kalung, ataupun dikumpulkan didalam kantong hukumnya sama saja karena semua itu adalah perantara untuk memudahkan kita dalam menentukan jumlah-jumlah dzikir yang diinginkan. Adapun batas pemisah dalam tasbih 33 x 3 itu hanya sekedar pemisah antara hitungan 33 pertama kepada 33 berikutnya sesuai dengan riwayat dzikir setelah shalat 33,33 dan 34. wallahu a'lam.

B. Beberapa faidah Tasbih
1- Mengingatkan kita kepada Allah Subhanahu wata'ala baik dalam keadaan berdiri,berjalan, berbaring dan sebagainya.
2-Sebagai sarana untuk melanggengkan kita dalam berdzikir. Sudah merupakan bukti nyata, dengan memegang Tasbih hati kita menjadi bergerak untuk selalu berdzikir dan mensucikan nama Allah Subhanahu wa Ta'ala.
3-Dengan menggunakan Tasbih kita mengikuti golongan orang-orang yang selalu mengingat kepada Allah Swt , sebagai mana dalam kutub al-asanid dijelaskan mengenai keberadaan ijazah munawalah Tasbih dari guru ke guru hingga al-imam Hasan Al-bashri at-tabi'i.
4-Tasbih juga merupakan alat penyelamat dunia dan akhirat. Dengan banyak berdzikir kita akan terselamatkan dari afat dunia dan adzab akhirat yang pedih. Wallahu a'lam bisshawab.

C.Niatan ketika bertasbih
Niat adalah menyengaja sesuatu pekerjaan bersertaan dengan melakukannya. Niat, menyengaja, bertujuan memiliki arti yang sama. Segala amal perbuatan tergantung dari niatnya, dan orang yang melakukan perbuatan, ia akan mendapatkan sesuai dengan tujuan dan niat dari hatinya. Dan barang siapa berbuat ataupun beramal dengan tujuan mendapat ridha Allah dan Rasul-Nya maka ia akan mendapat ridha Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa melakukan amal kebaikan hanya karena mendapatkan duniawi maka ia hanya akan mendapatkan duniawinya saja.

Dalam hadits innama Al-a'malu bi al-niyyaat. lafadz al-niyyat berbentuk jama' muannats saalim. Dari sini bisa ditarik kesimpulan "jika kita melakukan satu kebaikan namun dengan sepuluh niatan maka kita akan mendapatkan sepuluh niatan itu walaupun dalam satu kebaikan".contoh :dalam satu permasalahan, menuntut ilmu adalah satu kebaikan yang didalamnya kita bisa memasukkan beberapa niatan 1-melaksanakan perinta Allah dan mencari Ridha-Nya 2-Mengikuti sunnah dan perintah Rasul 3-memahami Agama 4-Menjaga Akidah 5-Menghilangkan kebodohan 6-Menjaga dan melestarikan Ajaran Allah 7-Mengamalkan setelah mengetahui dst… maka dengan satu kebaikan berupa menuntut ilmu dan dengan beberapa niatan yang positif kitapun akan mendapatkan sesuai dengan beberapa niatan tersebut.

Keberadaan manusia dimuka bumi hanya untuk berbakti sesuai dengan perintah Tuhan yang telah menciptakan mereka. Hal ini sesuai dengan firman Alah dalam
QS 51:56 :


"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku"


Dan bukan merupaka ketulusan dalam pengabdian jika seorang hamba tidak ikhlas dalam mentaati perintah Tuhan-nya. QS 98:5 :

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nyadalam (menjalankan) agama dengan lurus".

Dalam hadits mursal disebutkan : "barang siapa memakai wangi-wangian karena Allah maka dihari kiyamat dia akan datang sedangkan baunya lebih harum dari pada minyak misik ".

Betapa pentingnya kemurnian niat dalam kehidupan kita.Al-imam al-Ghozali dalam ihya'nya menjelaskan dalam hal pembenahan niat. seseorang ketika mengajar, berdagang , makan mengatakan "aku berniat mengajar karena Allah atau aku makan karena Allah " dan menyangka hal itu adalah niatnya ooh jauh sekali. Hal itu merupakan perkataan hati , lisan atau hanya bersitan dalam hati. Niat bukan hanya sekedar itu. Sedangkan niat adalah halyang dapat membangkitkan hati ,mengarahkan dan kecondongan hati yang dzahir sebagai pendorong dalam melakukan pekerjaan.
Oleh karena itu untuk melakukan amal kebaikan, agar kita mencapai keikhlasan dalam niat dan tujuan, kita membutuhkan keimanan dan keyakinan yang kuat kepada Syariat yang diajarkan oleh Allah melalui Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wasallam.

Keikhlasan dalam beribadah adalah sebuah keharusan.walaupun keikhlasan itu memiliki tingkatan-tingkatan tersendiri sesuai dengan kedalaman batin pelakunya. Allah Subhanahu wata'ala berfirman dalam (QS 18:110) :

"Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya ".

Betapa pentingnya keikhlasan Imam Al-nasai dalam kitab haditsnya menyebutkan :

"Pertolongan Allah 'Azza wa jalla kepada ummat ini dikarenakan orang-orang lemah, doa dan keikhlasan mereka ".

Keikhlasan yang tertinggi adalah ketika seorang hamba melakukan segala sesuatu hanya karena Allah subhanahu wata'ala. Hanya karena-Nya kita semua ada dan diadakan , hanya dari-Nya segala sesuatu yang kita rasakan Laa Ilaha Illallah, Muhammad Rasulullah.

Ketika bertakbir (Allahu akbar ) : kita agungkan Dzat Allah Subhanahu wata'ala.
Ketika bertahmid (Alhamdulillah) : kita puji Allah, segala puji bagi Allah.
Ketika bertasbih (subhanallah) : kita sucikan Dzat Allah dari segala kekurangan, karena Dialah Dzat yang maha Sempurna.
Ketika bertahlil (laa Ilaha ilaa Allah) : kita Esakan Allah. Hanya Dialah Tuhan penguasa seluruh jagat raya, surga dan neraka.
Ketika ber hauqala ( Laa haula walaa quwwata illaa billah ): kita hayati dan kita salami bahwa tak ada kekuatan ibadah dan menjauh dari dosa kecuali hanya dari Allah.
Ketika bershalawat :Allahumma shalli wa sallim 'alaa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam kita mintakkan rahmat, kasih saying dan keselamatan atas Rasul yang telah mengajarkan kitaakan kebenaran dan mengenalkan kita kepada Sang Pencipta.
Dan seterusnya yang pada intinya segala Taqarrub kita pendekatan kita amal kita kebaikan kita hanya karena Allah, mencari Ridha Allah semata. Wallahu A'lam bisshawab.( Allah Maha Mengetahui akan Kebenaran).
Read More >>

SHOLAT BUKAN BEBAN TAPI KEDEKATAN

Bismillah, Alhamdulillah,wa Assholatu, wassalamu ala Rasulullah...

Shalat...
Adalah doa menurut bahasa.
Menurut istilah Shalat adalah Ibadah yang didahului dengan takbiratul ihram dan di akhiri dengan salam.

Dalam 24jam hanya lima waktu sholat yang difardukan.
Sebagai mana dagangan yang anda perjual belikan, hanya 10% yang wajib kita zakatkan.

Jika ingin bersedekah, maka dengan sedekah nilai plus yang kita dapatkan. Shalat sunnah adalah Poin tersendiri selain shalat lima waktu yang diharuskan. Ibadah sunnah yang kita lakukan mampu menambah kan kedekatan kita kepada Dzat yang menciptakan kita.Dengan memanfaatkan kesempatan untuk menambah kedekatan maka Cinta Ilahi yang kita dapatkan.

Didalam shalat terdapat RUKUN QOULI, FI'LI dan QOLBI. Rukun Ucapan, gerakan dan niat dan khusyu' dalam hati.

Dengan sholat kita akan sehat. dengan bergeraknya tubuh kita dalam sholat maka bergerak pula otot dan saraf-saraf kita.

Sedangkan khusyu' dan konsentrasi dalam shalat akan menurunkan ketegangan dan tekanan dalam fikiran kita.

Setelah melakukan aktifitas sepanjang hari maka tubuh dan otak kita terasa tegang, dengan mandi (kalau sempat) wudhu' membasuh muka , bermunajat,berdoa kepada Allah maka fikiran dan tubuh kita akan kembali segar..Fresh... hingga mampu untuk beraktifitas kembali dengan fikiran yang segar bugar seperti kesegaran diwaktu pagi...


Dengan senam dan bernyanyi mungkin kita juga mendapatkan kesehatan jasmani. namun dengan senam saja kita tidak akan mendapatkan ketenangan,kedamaian Ruhani,sebagai mana yang kita dapatkan dalam shalat yang disertai dengan khusyu'. Hanya dengan shalat kita mendapatkan kesehatan dan kestabilan Ruhani. Kekhusyan menumbuhkan kecerdasan Ruhani kita.

Tubuh tanpa Ruh/nyawa tidak akan merasakan kelezatan.( tidak ada ceritanya mayat makan Sate hehehe...). Ruh tanpa tubuh bagai arwah gentayangan (hehehe). Shalat yang tidak khusyu' tidak akan menemukan kelezatan didalamnya.khusyu' tanpa Shalat bagaikan mencium aroma yang lezat tapi tidak boleh makan ( nggak bisa kenyang duuunk )

Ketenangan Jiwa bisa kita dapatkan melalui :

1-Banyak berdzikir . tidak sedikit hikmah atau faidah dari dzikir. dengan banyak berdzikir maka jasmani dan ruhani kita akan selalu terjaga.

2-Membaca Alquran dan menghayati ma'na kandungannya. min maa laa syakka " Quran adalah firman Tuhan yang Maha Mengetahui dan kaya akan solusi.

3-Shalat yang khusyu' / ibadah, shalat di 2/3 malam, (mengungkapkan semua doa,cita, harapan dan memohon kepada Allah ).

4-Puasa menahan Nafsu, lapar dan dahaga... memilah antara nafsu almuthmainnah dan lawwamah...(baik dan buruk) untuk memilih jalan yang paling diridhai Allah Subhanahu wa ta'ala...

5-Mendatangi majlis ta'lim orang-orang sholih...dengannya kita akan banyak mendapatkan siraman Ruhani..


SELAMAT MENI'MATI HIDUP DAN BERTAQORRUB


Wallahu a'lam bisshowab
Read More >>

Khutbah Jum'ah KH Maimoen Zubair Kesepuluh


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي تفضل علينا بنعمة الهداية، هدانا سبحانه وتعالى بالتدين بهذا الدين وهذه الملة، التي جاء بها نبي هذه الأمة المرحومة، النبي الذي خصه الله تعالى من بين سائر الأنبياء بالمعجزات الباهرة، التي من بينها معجزة الإسراء والمعراج. نحمده سبحانه وتعالى ونشكره على تضاعف النعماء والآلاء. أشهد أن لا إله إلا الله وحده وأشهد أن سيدنا ومولانا محمدا عبده ورسوله لانبي بعده.
اللهم فصل وسلم وبارك على رسولك محمد الذي أيدته ونصرته على من عاداه وكاده، وعلى آله  وأهل بيته الذي أذهبت عنهم الأرجاس وطهرتهم تطهيرا، وأصحابه الذين نصروا هذا الدين ونشروه فى أنحاء البلاد نشرا، وعلى أتباعهم من كل من له البشرى.
أما بعد: فيا عباد الله رحمكم الله تعالى اتقوا الله تعالى حق التقوى وأخلصوا أعمالكم لربكم كي تنالوا مرضاه فتفوزوا بالجنة المأوى، واعلموا أنه فى مثل هذا الشهر العظيم شهر رجب أسرى الله عبده محمد من المسجد الحرام إلى المسجد الأقصى، ثم أعرجه سبحانه إلى السموات العلى فدنا فتدلى فكان قاب قوسين أو أدنى فأوحى إليه ما أوحى، قال الله تعالى فى قرآنه الكريم بسم الله الرحمن الرحيم سبحان الذي أسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام إلى المسجد الأقصى الذي باركنا حوله لنريه من آياتنا إنه هو السميع البصير. أسرى الله تعالى بعبده محمد سيد المرسلين أي سيره ليلا من مسجد مكة هو المسجد الحرام الذي هو أول مسجد بناه الله تعالى وفيه الكعبة المعظمة قبلة المسلمين إلى المسجد الأقصى الذي هو البيت المقدس سماه الله تعالى الأقصى لبعده من المسجد الحرام بمسافة أربعين ليلة وهذا أبلغ فى الإعجاز حتى تكون تلك الرحلة فى مدة قليلة جدا وأراه سبحانه تعالى من آياته الكبرى، وفى تلك المدة القليلة من الليل قطع المسافات الشاسعة البعيدة من العالم السفلى إلى السموات العلى، فدنا فتدلى فقاب قوسين أو أدنى. وفى الحديث الشريف ثم أرده من العرش قبل أن يبرد الفرش وقد نال جميع المآرب. فهذه هي المعجزة الشريفة التي خصها الله تعالى من بين سائر الأنبياء زيادة تبجيل وإكرام، فطوبى لمن آمن بها ففاز وسعد وأفلح ووعده الله بالجنة دار السلام، وحشره فى زمرة السعداء ممن صدق بها وفى مقدمهم أبو بكر الصديق كما ورد فى صحيح الأخبار، لا ينكره إلا متكبر أعماه الله بصره وبصيرته فى الفجار والكفار، وهذه المعجزة من الأمور الخارقة للعادة أكرم بها من له كمال القدرة ربنا جل وعلا نبيه العظيم ورسوله الكريم محمد عليه الصلاة والتسليم. فلهذا بدأ الله تعالى آية الإسراء بكلمة سبحان دلت على التقديس والتنـزيه عن صفات النقائص دلت على التعجب والإعجاب يعرف معاني مضامن هذه الآية من له الألباب. أسرى الله تعالى بعبده ليلا من المسجد الحرام إلى المسجد الأقصى الذي ظهرت بركاته وما حوله بأنواع البركات الحسية والمعنوية بالثمار والأشجار والأنهار، خص الله تعالى بتلك البركات بلاد الشام، وبكونه مد الأبنياء مهبط الوحي وقبلة الأنبياء قبل نبينا محمد صلى الله عليه وسلم وإلي تحشر الخلائق غدا يوم القيام كما جاء فى السنة النبوية.
أيها المسلمون رحمكم الله تعالى اتقوا الله تعالى واعلموا أن نبيكم محمد صلى الله عليه وسلم سيد الأنبياء لقي فى سبيل نشر دينه من الأذى والعداء والبغضاء، ما لقي من قومه وأعدائه إلا الداء، فأكرم الله فى هذه الرحلة الأرضية والسماوية التي هي حفلة إكرام وتشريف أقامها الله تعالى لحبيبه ونبيه محمد صلى الله عليه وسلم فى البيت المقدس أولا، جمع الله له الأنبياء والمرسلين فكان لهم قدوة وإمام، فصلوا بصلاته فأثنوه بكل ثناء فى ذلك المقام ثم أقامه ثانيا فى السموات وجمع له ملائكة فى كل سماء، استقبلته الملائكة وحبوا به واحتفلوا بجنابه كما احتفل به فى الأرض الأنبياء.  ذلك ليزيل عنه ما لاقاه من أذى قومه وليشعر محمد صلوات الله وسلامه عليه بأنه معظم عند الله ومحبوب وليس للناس كافة علو منـزلته عنده وأنه مقدم على غيره من الأنبياء والمرسلين. ومن حكمة هذا المعجزة العظيمة أن قصة الإسراء والمعراج أرتنا الإخوة القوية والمودة الصادقة بين الأنبياء والمرسلين وكل منهم يحيى الآخر بالتحيات القلبية وكلهم دعوتهم واحدة وهدفهم واحد ودستورهم واحد، ودينهم واحد وسبيلهم واحد وكلهم يدعون الناس إلى الله تعالى لابتغاء مرضاته يدعون الناس بالتنذير والبشرى لا اختلاف بينهم وكلهم يدعون الناس لسعادتهم دينا وأخرى، الإخلاص رائدهم والله مطلوبهم والسعادة مقصودهم وغرضهم لا نفرق بين أحد منهم ونحن له مسلمون.
أيها الإخوة الأكرمون، أسعدكم الله بالتوفيق والهداية اتقوا الله واعلموا أن الإسراء والمعراج كانا قبل الهجرة بسنة ونصف من شهر رجب الأصم فى اليقظة لا فى المنام، وقد عاين صلى الله عليه وسلم فى تلك الليلة من الآيات العظام والأمور الجسام، وأنه فرض الله تعالى عليه وعلى الله خمس صلوات فى كل يوم وليلة وجعلها أشف خصال الإسلام، وجعلها ركنا من أركان الإسلام وجعلها دعامة من دعائم الإسلام. قال عليه الصلاة والسلام: الصلاة عماد الدين فمن أقامها فقد أقام الدين ومن تركها فقد هدم الدين، فأقيموا الصلاة ولازموا ذكر الله تعالى فيها مع مراعاة أركانها وشروطها وأدابها تكونوا من المفلحين، ثم اعلموا أنه كما وقعت معجزة الإسراء والمعراج فى شهر رجب أنه شهر كريم شهر عظيم وعظمته فى الجاهلية والإسلام، من الأشهر الأربعة الحرم كما نص بذلك القرآن، فأكرموا شهركم هذا بالتوبة وإكثار الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم والاستغفار وبالصيام وغيره من العبادات كما جاء بذلك الأحاديث والأخبار من النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال "من صام يوما فى رجب سقاه الله تعالى شرابا أحلى من العسل وأبيض من اللبن وأطيب من المسك صدق الله العظيم وصدق رسوله الكريم عليه الصلاة والتسليم، جعلنا الله وإياكم من المؤمنين الصادقين، وأسعدنا وإياكم فى الدنيا والآخرة فى زمرة الصالحين المتقين من الأنبياء والمرسلين وقل رب اغفر وارحم وأنت أرحم الراحمين.
Read More >>

Khutbah Jum'ah KH Maimoen Zubair Kesembilan


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين الواحد الأحد الفرد الصمد، الذي لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا أحد، لا تدركه الأبصار ولا يحتويه الأقطار، ولا يغنيه الليل والنهار، ولا يخفى عليه الإعلان ولا الإسرار، سبحانه الواحد القهار. نحمده سبحانه وتعالى على ما أولانا بالهداية التي هي أعظم النعمة إذ بها يدخل أحد الجنة دار النعمة للأبرار، تحتها تجري الأنهار، وفواكه كثيرة لا مقطوعة ولا ممنوعة وفرش مرفوعة للأبكار. أشهد أن لا إله إلا الله لا شريك له فى سلطانه ولا مناوى له فى علو شأنه، العزيز الذي لا يغلب ولا يذل، فكل ما سواه زائل مضمحل، يقبل تائبا ويعطي محروما ويفقر غنيا ويغني فقيرا ويهلك ظالما، ويخفض طائفة ويرفع أقواما، فيا عدل الله من إله تقدس عما لا يليق به ولا يظلم ظلما، وأشهد أن سيدنا ومولانا محمدا مخرجنا من الظلمات إلى النور، ومنقذنا من الضلال والفساد والفجور.
اللهم فصل وسلم على سيدنا وحبيبنا النبي الكريم محمد وعلى آله الطهرة من الأرجاء وأصحابه ومن تبعهم بهداهم من بعدهم من مؤمن الجن والناس، صلاة وسلاما دائمين متلازمين إلى يوم البعث يوم المعاد.
أما بعد: أيها الإخوة رحمكم الله تعالى، أوصيكم وإياي بتقوى الله فإنها وصية الأولين والآخرين، وصية النبيين والمرسلين وأتباعهم من العلماء العاملين من أول بدء الخلق إلى انتهاء فناء الدنيا وما فيها وإلى الله تعالى كل صائرون، أيها الإخوة أحباب الحبيب المصطفى محمد نبي هذه الأمة حديثي إليكم اليوم فى مجتمع اجتماعنا الأسبوعي العظيم يوم الجمعة الكريم حول التوحيد، توحيد الله فى الإيجاد والتدبير واستحقاق العبادة له فقط فلا معبود سواه ولا نعبد إلا إياه له الخلق والأمر تبارك الله خير الخالقين، أيها المسلمون من أول ما تميز به الإسلام هو مخاطبته للعقل حتى يصل إلى الحقائق، انظر يا أخي إلى الثعبان واسأله كيف تعيش وهذا السم يملأ فاك من يدبر ذلك سيقول لك الله، واسأل الفيل من الذي يرزقك مع ضخامة جسمك ولا ينسى النملة مع ضآلة حجمها وبما يضره فى بعض أحيانه، سيقول لك بلسان حاله الله، واسأل الجبال من الذي ثبتك أوتادا، حتى لا تهتز الأرض التي ليس علاقة ثابتة فى الهواء، ستقول لك الله، واسأل الفلك الذي تسبح فيها الشمس والقمر، والكواكب المضيئة لا الشمس ينبغي لها أن تدرك القمر ولا الليل سابق النهار وكل فى فلك يسبحون، سيقول لك الله واسأل الهواء الموجود بين الأرض والسماء، كيف تحسه الأيدي ويخفى عن أعين الناس من أخفاك سيقول لك الله واسأل الأبيض الذي يولد من أبوين أسودين من ذا البياض أتاك سيقول لك الله واسأل الأسود الذي ولد من أبوين أبيضين فمن ذا بالسواد رماك سيقول لك الله، واسأل المريض الذي كاد يموت ثم صح وعوفي من عافاك سيقول لك الله واسأل الصحيح كيف تكون صحيحا قويا ثم أصبحت جسدا هامدا من سلب قوتك وروحك فى أقل من لمح البصر سيقول لك الله، واسأل البصير له عينان براختان ويسير وسط الزحام بلا قائد فمن ذا يقود خطاك؟ سيقول لك الله واسأل الضرير والأعمى كيف تسير وسط الزحام يتخبط بهذا وذاك ويهوى فى صفرة كان يعمل حسابها، من الذي أهواك سيقول لك الله، واسأل العالم كله بأجمعه النجوم والكواكب والصحراء والخضراء والبر والبحر وكل ذي رطب ويابس، اسألهم من الذي خلقكم؟ سيقول لك فى وقت واحد وبلسان حال واحد، وتتفاعل معك الدنيا بأسرها لتجيب لك يقولون خلقنا الله رب العالمين.
أيها المسلم العزيز رحمك الله إن كثيرا من آيات ربك تناشدك التوحيد الحق وتطالبك بالإخلاص لربك، وهل هناك من يستحق مصفى التوحيد غير مولانا جل وعز، غير الله الواحد الأحد، غير الله الفرد الصمد، الذي لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا أحد، فلتقرأ سويا قول ربك فى صفات عباد الله الرحمن، والذي لا يدعون مع الله إلها آخر ولا يقتلون النفس التي حرم الله إلا بالحق ولا يزنون. ولقد ذم الله قوما اتخذوا من دونه أندادا، تقدس الله عن الأنداد، ومن الناس من يتخذ من دون الله أندادا يحبونهم كحب الله والذين آمنوا أشد حبا لله.
ومن هذا كله ندرك أن المؤمن لا يكون مؤمنا والموحد لا يكون موحدا إلا إذا تجرد من نفسه وهواه، وتجرد من شهواته وأنانيته. وكره من أوهامه ووساوسه وملأ قلبه بحب الله وحدهأ الذي خلقني فهو يهدين والذي هو يطعمني ويسقين، وإذا مرضت فهو يشفين، والذي يميتني ويحيين، والذي أطمع أن يغفر لي خطيئتي يوم الدين. فربك يا أخي هو الذي أشرف على روحك قبل أن تدخل جسدك وهو الذي كونك هذا التكوين البديع وقبل ذلك وبعد ذلك حياتك وموتك وطعامك وشرابك وسعادتك وشقاوتك وعزك وذلك ومصيرك ومآلك، ذلك بيد الله الواحد القهار.
أيها الإخوة الأعزاء، أيها المسلمون الكرماء أيها الأفاضل النبلاء، قال أحد العارفين بالله وهو يناجي ربه سبحانك ربي آمن بك المؤمن ولم ير ذاتك وجحدك الجاحد ووجوده فى فلكك دليل وجودك وعظمة ذاتك، وقيل للإمام علي رضي الله عنه متى كان الله؟ فقال متى لم يكن؟ قيل له فما الدليل على وجوده فقال متى غاب سبحانه هو الأول فلا شيء قبله والآخر فلا شيء بعده والظاهر فلا شيء فوقه والباطن فلا شيء دونه. سبحانه علا فقهر - وبطن فخبر - وسلك فقهر.
أيها المؤمنون اجعلوا الله أمامكم فى كل شيء إذا اشتريت تذكر الله وإذا بعت تذكر الله، وإذا تحركت وسكنت وكسبت ورقدت تذكر الله وعند ما تتزوج تذكر الله، تذكر الله في متجرك ومصنعك وفي بيتك وفى كل وقت من أوقاتك تجد الله معك يؤازرك ويوفقك ويسدد خطاك يقول رسول الله صلى الله عليه وسلم ما قال عبد لا إله إلا الله قط مخلصا إلا فتحت له أبواب السماء حتى يفض إلى العرش ما اجنب الكبائر. وقال صلى الله عليه وسلم جددوا إيمانكم قيل يا رسول الله وكيف نجدد إيماننا قال أكثروا قول لا إله إلا الله. وفى الأثر: التائب من الذنب كمن لا ذنب له.
بارك الله لي ولكم فى القرآن العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم، إنه هو البر الكريم الرؤوف الرحيم.

Read More >>

Khutbah Istisqo' KH Maimoen Zubair


خطبة الاستسقاء
الاستغفار فى الأولى 9 / الثانية 7
الحمد لله رب العالمين الرحمن الرحيم مالك يوم الدين لا إله الله يفعل ما يشاء ويحكم ما يريد، لا إله إلا الله الولي الحميد، لا إله إلا الله الواسع المجيد، لا إله إلا الله المؤمل لكشف كل كرب شديد، لا إله إلا الله المنفرد بأنه المستعان ومغيث اللهفان، ومجري السحاب فى السموات والقائم بأرزاق المخلوقات ومنـزل الأمطار فتشب الأرض مخضرة بالأشجار والأزهار بما فيه نفع العباد فى هذه الأرض من القرى والبلاد. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له الملك العظيم القهار الجبار، شهادة تنجينا من الهلاك والفساد والدمار، وأشهد أن سيدنا ومولانا عبده ورسوله الداعي إلى ما هو سعادة الناس فى الدنيا والأخرى ولو كان أهل القرى، تمسكوا بسنته صلى الله عليه وسلم لظهر فيه بركات السموات والأرض أنزل من السماء ماء طهورا، فاخضرت الأرض أشجارا وأزهارا، وسالت الأودية بالمياه العذبة وفجرت العيون بالمياه تفجيرا.
اللهم فصل وسلم على حبيبك ورسولك شافعنا وقرة أعيننا وملجأنا لكل بلاء وشدة والقحط والضنك والكرب، سيدنا ومولانا محمد سيد الخصار والأعراب، أشرف نبي وأشرف من أنزل عليه أشرف الكتاب، وعلى آله المطهرين من الأرجاس ذوي الفضائل والفواضل وأشرف ذوي الأنساب والأحساب، وأصحابه الكراب الأنجاب.
أما بعد: فيا أيها الإخوان، قد طال عليكم أن حبس مولاكم نزول الأمطار فجدبت الأرض ويبست ولم تكن مخضرة واصفرت الأشجار فلم تتنج الأثمار ويبست بطو الأودية والأنار فلربما يعتب ذلك إن طال عليكم الأمد الهلاك والدمار، ولا يكون ذلك إلا بزيادة تراكم الذنوب والأوزار، والبعد عن الله الملك الجبار، فاستغفروا ربكم إنه كان غفارا يرسل السماء عليكم ماء مدرارا، ويمددكم بأموال وبنين ويجعل لكم أنهارا، وقولوا أيها الإخوان أستغفروا الله العظيم 7×، الذي لا إله إلا أنت وأتوب إليك توبة عبد لا يملك لنفسه ولا ضرا ولا موتا ولا حياة ولا نشورا، أستغفر الله العظيم 3× إنك كنت غفارا، فأرسل السماء علينا مدرارا، وأنبت لنا الزرع وأدر لنا الضرع وفجر لنا عيون الأرض تفجيرا، أستغفر الله العظيم.
أيها المسلمون، إنه قد أبلاكم الله أشد البلاء، وأمسك عليكم ماء السماء، فكم من أيام وكم من شهور قد امتحن الله عليكم بالمحنة والغلاء، وما ذلك إلا بقساوة قلوبنا وعدم استشعارنا بذلك كله فإنه هو تذكرة من ربكم وتنبيه منه سبحانه وتعالى وذكر فإن الذكرى تنفع المؤمنين، ففي مثل هذه الأيام أنزل الله سبحانه الأمطار، ويحسبه عنكم بما لديكم من سوء الخصال من الفسقة والغفلة والفجار، ذلك بأن الله لم يك مغيرا نعمة أنعمها على قوم حتى يغيروا ما بأنفسهم، وأن استغفروا ربكم ثم توبوا إليكم يمتعكم متاعا حسنا إلى أجل مسمى ويؤت كل ذي فضل فضله وأن تولوا فإني أخاف عليكم عذاب يوام كبير، ويا قوم استغفروا ربكم ثم توبوا إليه يرسل السماء عليكم مدرارا ويزدكم قوة إلى قوتكم ولا تتولوا مجرمين، واستغفروا ربكم إنه كان غفارا يرسل السماء عليكم مدرارا، ويمددكم بأموال وبنين ويجعل لكم جنات ويجعل لكم أنهارا. (ليهات سامبوعان)

Read More >>

Khutbah Gerhana Matahari KH Maimoen Zubair


خطبة كسوف الشمس
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي جعل الشمس والقمر آيتين من آيات الله الملك القهار، ظهرت تلك الآيات لمن تدبر وتفكر من أولى الأبصار،- يكور الليل على النهار ويكور النهار على الليل ذلك ذكرى للذاكرين من ذي العلوم والأفكار – نحمده سبحانه وتعالى على ما رزقنا بالاتعاظ بالوعظ والاعتبار. وأشهد أن لا إله إلا الله الواحد الأحد الملك الجبار – شهادة تدخرها ليوم تشخص فيه القلوب والأبصار – وأشهد أن سيدنا ومولانا محمدا عبده ورسوله الداعي إلى الخضوع والتضرع إلى الله الخالق لهذه الكائنات طرا – وصلى الله على سيدنا ومولانا محمد الذي بعثه الله تعالى بالتنذير والبشرى – وعلى آله المطهرين من الرجز والشرك يطهرهم الله تعالى تطهيرا – وأصحابه الذين اهتدوا بهديه وجميع أتباعهم وسلم تسليما كثيرا –
أما بعد: فيا أيها الناس رحمكم الله تعالى اتقوا الله تعالى أظهر لكم العبر لتعتبروا – فأراكم أوضح آياته لتتذكروا – ففى تلك الآيات الباهرة لاحظوا وتفكروا- ولا تكونوا من الذين قست قلوبهم ونسوا ما ذكروا فتفسقوا وتكفروا- ولا تكونوا كالذين نسوا الله فأنساهم أنفسهم أولئك هم الفاسقون.
أيها الناس رحمكم الله اعلموا أن الله سبحانه وتعالى نبهكم وذكركم بالذكرى أظهر فى هذا اليوم كسوف الشمس ليكون ذلك من الله تعالى بهذا تنذيرا -فإن الشمس جعلها سبحانه وتعالى دليلا ونورا- ليهتدي الناس بها فى طلب معاشهم وأكسابهم نهارا. فلم تزل الشمس كذلك وقد انكسفت فى هذا اليوم –وما ذلك إلا كي تتبروا وتتعظوا وتتفكروا- وتخافوا عذابه تعالى فإن عذاب الله الشديد فاستغفروا ثم استغفروا استغفروا ربكم إنه كان غفارا- وأنيبوا إلى ربكم إنه كان لطيفا خبيرا- واعلموا أن الله أجرى الشمس لمستقر لها وقدر مجراها تقديرا فالشمس والقمر آيتان من آيات الله أجراهما فى مجراهما فلا يخرجان عن مقدارهما منذ أن خلقها إلى اليوم وما بعد اليوم فى الأيام – جعل الشمس آية فى الليل كما جعل القمر آية فى الليل بقدرة الملك العلام – جعل الشمس ضياء والقمر أنوارا – وقدر ذلك تقديرا.
أيها المسلمون اتقوا الله واحذروا فإن الله تعالى حذركم بانكساف الشمس فإن نور الشمس وضيائها نعمة لكم ورحمة لكم وقد غير سبحانه وتعالى بالإنكساف لتتعظوا – فإنه تعالى لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم – ذلك بأن الله لم يك مغيرا نعمة أنعمها على قوم حتى يغيروا بأنفسهم – فلربما يكون هذا الإنكساف بما تراكم فيكم الأوزار – فاستغفروا من ذنوبكم فإن الذنوب تذهب بالاستغفار واندموا على ما فرطتم فى جنب الله العزيز الجبار. ففى الحديث قال صلى الله عليه وسلم: إن الشمس والقمر آيتان من آيات الله لا ينكسفان لموت أحد ولا محياته فإذا رأيتم منها شيئا فادعوا الله وكبروا وصلوا وتصدقوا – قال الله تعالى فى كتابه الكريم – تذكيرا لمن ألقى السمع وله قلب سليم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، "هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب ما خلق الله ذلك إلا بالحق يفصل الآيات لقوم يعلمون" بارك الله لي ولكم إلى الآخر مع الدعاء المناسب للمقام.

Read More >>

Khutbah Iedul Fitri KH Maimoen Zubair


خطبة عيد الفطر
بسم الله الرحمن الرحيم
الله أكبر 9× الله أكبر ما صام صائم وأفظر، الله أكبر ما هلل مهلل وعظم ربه وكبر، الله أكبر ما أعظم هذا اليوم أفلح من صام رمضان وعظم ومجد ربه الأكبر وفي هذا اليوم شكر ففاز بالثواب الأكثر، الله أكبر الله أكبر. الحمد لله الذي أسبغ منا نعمه العظيمة التي لا يعلم كنه ذلك إلا وهو سبحان من له كل شيء بيده الأمر وعلى مقتضى إرادته كل موجود فلا رب ولا معبود إلا هو نحمده أن هدانا لهذا وما كنا لنهتدي لولا هدايته تبارك وتعالى. ونشكره على توفيقه وإحسانه، الله أكبر تعظيما لربوبيته وإقرارا لألوهيته واستشعارابعظمته ومجده، -الله أكبر- أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له نتبوء بها للفوز الأكبر وندخرها لدار المعاد في يوم يحشر المتقون إلى الجنة يسعى نورهم بين أيديهم سعادة منه نال الفوز الأكبر جنات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها ما دامت السموات والأرض لهم فيها نعيم مقيم وأجر جسيم، -الله أكبر- وأشهد أن سيدنا ومولانا محمدا عبده ورسوله أرسله الله تعالى بهذا الدين الحنيف والهدى ليظهره على الدين كله ولو كره المشركون/الكافرون يريدون ليطفؤا نور الله بأفواههم ويأبى الله إنه لا يتم نوره ولو كره المشركون، لا إله إلا الله وحده لا شريك ولا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولو كره الظالمون.
اللهم فصل وسلم على سيدنا ومولانا وشفيعنا وقرة أعيننا محمد أفضل من صام وأفطر ومجد وكبر وعلى آله وأصحابه الذين جاهدوا وابتغو برضات ربهم ففازوا فوزا لا يعرف مداه ولا يتعذر بجهادهم تلألأت راية كلمة التوحيد في هذه الدنيا تسمع مدى أصوات التهليل والتكبير في مثل هذا اليوم الأنخر، الله أكبر.
أما بعد فيا أيها الناس رحمكم الله تعالى اتقوا الله تعالى وأوصيكم بها وإياي لعلكم تفلحون، واعلموا أن هذا اليوم يوم عظيم، يوم جعله الله تعالى عيدا لهذه الأمة المرحومة ورمزا لكبريائه تعالى وتفرده بالألوهية الربوبية، وشعار العظمة ومجده نسمع فيه أصوات التهليل والتكبير في النواحي والآفاق، الله أكبر، الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد. الله أكبر فهو الذي تفرد بالإفضال والإنعام، وهدى إلى طريق السعادة والسلام، من تمسك بها تمسك بالعروة الوثقى لا انفصام، في مثل هذا اليوم يتمم نوره تعالى وقد أبطل سيد الأنام، محمد صلى الله عليه وسلم دعائم الشرك وأزال أصوله وهدم الأوثان والأصنام، ظهرت كلمة الإيمان والإسلام وكلمة الشرك والكفر على التـزلزل والإحجام، قل جاء الحق وزهق الباطل إن الباطل كان زهوقا، أغار رسول الله صلى الله عليه وسلم وأصحابه بعد أن فتح الله له ولهم مكة المكرمة في شهر رمضان أمضى هو وأصحابه الجهاد والكفاح بغزو الكفر والضلال ففازوا النصر المبين والأجر الجسيم والمغنم العظيم يجهرونه بالتحميد والتكبير، لا إله إلا الله والله أكبر ولله الحمد.
أيها المسلمون عليكم في هذا اليوم بتعظيم ربكم وإجلاله واشكروه على توفيقه وهدايته. واعلموا أن الله تعالى جعل هذا اليوم يوم عيد شكرا لكمال شهر رمضان وصيام وأداء حقوق شهر الفرقان بالتضرع والخصوع والدعاء واعتناء الأجر والثواب والرضوان، فالعائد هو من وفق لطاعة مولاه تبارك وتعالى. ألا وإن من علامة قبول ذلك أن يكون العيد مستقبلا إلى الخير ويستزيد، ليس العيد لمن لبس الجديد وإنما العيد لمن طاعته تزيد. فيا أيها الإخوان، تقربوا إلى مولاكم بأنواع الطاعات والخيرات وأخلصوا له تعالى بالعبادة والصلوات تكونوا من أصحاب الفلاح والسعادات، وعظموا هذا اليوم العظيم بمزيد التقوى ومحاسن الأعمال والبر ومخالفة الهوى، وأدوا صدقات أبدانكم على ما عليه سنة نبيكم المصطفى، ألا وإن من سنته أن تخرج زكاة الفطر قبل الخروج إلى المصلى، ولا تغتروا بدأب عادة أهل الزمان الذي أطاعوا الهوى وابتعدوا عن المولى جل وعلا، فأما من طغى وآثر الحياة الدنيا وإن الجحيم هي المأوى، فيا سعادة من أكمل صيامه وأتقى ويا فوز من في حقه قال تبارك وتعالى قد أفلح من تزكى وذكر اسم ربه فصلى. الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر.
أيها المسلمون، أقول لكم مرة أخرى الشكر، الشكر للمولى تبارك جل جلاله وتعالى أنزل جل وعلا القرآن في شهر الصيام وهدى به من اهتدى من الجن ووفق من ارتضاه المولى بتدبر معانيه وقراءته في الليالي والأيام، فازدادت في قلبه رسوخة أنوار الهداية واليمان فسمع فأوعى وتفكر في هذه الكائنات فكان من أولى النهى وداوم في الخيرات واستقام، فيكون له غدا في خير منزل ومقام، أعز الله تعالى الإسلام وجعل الله كلمته هي العليا وكلمة الكفر هي السفلى، كذلك في شهر الصيام، شهر رمضان أنجز الله تعالى وعده وصدق وعده بالنصر المبين والفتح، كذلك في شهر الصيام شهر رمضان أبطل دعائم الشرك والأوثان وترفرفت أعلام النصر ولواء الفتح وتليت آيات التقديس والتذكير والقرآن ومهد تبارك وتعالى لواء النصر بوفقة البدر الكبرى التي صميت بيوم الفرقان يوم التقى الجمعان، كذلك في الشهر العظيم شهر رمضان، فكان شهر رمضان هو شهر النصر وشهر العز وشهر الفتح والرفعة لأهل الإسلام والإيمان والذل والخذلان لاتباع الهوى وجنود إبليس وأعوان الشيطان، -الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر- عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث وطعمة للمساكين فمن أداها قبل الصلاة فهي زكاة مقبولة ومن أداها بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقات. رواه أبو داود وابن ماجه وصححه الحاكم.
وعن ابن عمر رضي الله قال: فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر صاعا من تمر أو صاعا من شعير على العبد والحر والذكر والأنثى الصغير والكبير من المسلمين وأمر بها أن تؤدي قبل الخروج إلى الصلاة. رواه البخاري ومسلم. ولابن عدي من وجه آخر والدارقطنى بإسناد ضعيف اغنوهم من الطواف فى هذا اليوم. هذا فعلى ما اقتضاه معنى الأحاديث المروية بالسند الصحيح عند الأئمة الأعلام فقد اتفقوا على جوب هذه الزكاة – زكاة الفطر كما عليه المعروف لدى أهل الإيمان والإسلام وإن قدر المخرج كما عليه مقتضى الأحاديث المتقدمة هو صاع من جنس ما يقتات به فى بلد من البلدان غير أن الإمام أبا حنيفة رضي الله عنه قدر فى خصوص الحنطة بنصف صاع كما هو بيان. ويجوز تعجيل ذلك فى الإخراج قبل يوم العيد يوما أو يومين أو أيام من شهر رمضان وأن المتفق عليه بين أهل العلم أن السنة إخراجها فى يوم العيد قبل الخروج إلى المصلى وأن تأخيرها بعد الصلاة فقد انقضى الأجر والثواب وألحقها بصدقة الرسول المصطى عليه الصلاة والسلام الأوفى – وأن وقت الجواز فى الإخراج إلى غروب شمس يوم العيد كما هو معروف من  القرون الأولى غير أن الإمام أبا حنيفة وقت وجوبها بيوم العيد وصح التقديم والتأخير. فمن فعل كان مؤديا لا قاضيا كما فى سائر الواجبات الموسعة من الزكوات إلا أنها تستحق قبل الخروج إلى المصلى كما جوز إخراجها قيمة من النقود كما هو للفقراء أعظم نفعا وجدوى هذه هي التي كانت متعلقة بصدقة الفطر على ما ذهب إليه العلماء الذين لدى ربهم هم الأتقى والأتقى هم الذين اختارهم المولى تبارك وتعالى نجوم الهدى واختصهم بالفضائل والفواضل التي بلغت إلى الغاية القصوى – كيف لا فإنهم ورثة النبي المصطفى فأكرم بهم وارثا وموروثا – فيا فوز من أخذهم بدينه قدوة فنجا فى الدنيا والآخرة مع الأحبة – فى جنة تجري من تحتها الأنهار وذلك هو النور المبين.
جعلنا الله وإياكم من العائدين والفائزين المقبولين وتحقق آمالنا وآمالكم وجمع الله بيننا فى الدارين منعمين – الله أكبر – لا إله إلا الله الله أكبر.
إن أحسن المواعظ الشافية كلام من لا يخفى عليه خافية والله يقول وبقوله يهتدي المهتدون أعوذ بالله من الشيطان الرجيم "قد أفلح من تزكى وذكر اسم ربه فصلى بل تؤثرون الحياة الدنيا والآخرة خير وأبقى إن هذا لفى الصحف الأولى صحف إبراهيم وموسى".
بارك الله لي ولكم فى القرآن العظيم ونفعني وإياكم بما فى الآيات والذكر الحكيم وتقبل الله مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم.
أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون وأحثكم على طاعة الله وطاعة رسوله لعلكم تفلحون. وأستغفر الله لي ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات فيا فوز المستغفرين ويا نجاة التائبين
الله أكبر الله أكبر الله أكبر.

وقولوا كما قال موسى عليه السلام "رب إني ظلمت نفسي فاغفرلي فغفر له إنه هو الغفور الرحيم – (ثم يرفع يديه فيقول) الله أنت الله لا إله إلا أنت أنت الغني ونحن الفقراء أنزل علينا الغيث ولا تجعلنا من القانطين اللهم اسقنا رونقا هنيئا مريعا مريئا غيثا خصبا راتعا ممرع النبات سائلا سيلا مجللا سحا عاما دائما دررا نافعا غير ضار عاجلا غير رائث تحيي به البلاد  وتغيث به العباد – وتجعله بلاغا للحاضر والباد. اللهم اسقنا غيثا مغيثا ولا تجعلنا من القانطين – أنزل علينا ماء من السماء مطرا مدرارا ربنا اغفر لنا ذنوبنا وإسرافنا وثبت أقدامنا وانصرنا على القوم الكافرين – رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ.
اللهم صل وسلم على عبدك ورسولك سيدنا محمد وعلى جميع النبيين والمرسلين وعلى آل نبيك وعترته وذريته وجميع أصحابه (ثم يحول رداءه ويستقبل القبلة فيدعوا سرا) ثم يقول بعد الدعاء الله إنك أمرتنا بالدعاء ووعدتنا بالإستجابة فاستجب لنا دعاءنا كما وعدتنا يا سميع الدعاء ويا واسع الفضل والعطاء آمين 3 ×
عباد الله آمنوا الله تعالى وتوبوا إليه وقولوا أستغفر الله العظيم الذي لا إله إلا هو الحي القيوم وأتوب إليه توبة عبد ظالم لا يملك لنفسه نفعا ولا ضرا ولا موتا ولا حياة ولا نشورا 3 ×
إن أحسن المواعظ الشافية كلام من لا يخفى عليه خافية والله يقول وهو أصدق القائلين أعوذ بالله من الشيطان الرجيم أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ اْلأَرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللهِ قَلِيلاً مَا تَذَكَّرُونَ. بارك الله لي ولكم فى القرآن العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم، إنه هو البر الكريم الرؤوف الرحيم.




اللهم اجعلها سقيا رحمة ولا تجعلها سقيا عذاب ولا محق ولا بلاء ولا هدم ولا غرق اللهم على الظراب والآكام ومنابت الشجر وبطون الأودية اللهم حوالينا ولا علينا اللهم اسقناغيثا مغيثا هنيئا مريئا مريعا سحا عاما غدقا طبقا مجللا دائما إلى يوم الدين – اللهم اسقنا الغيث ولا تجعلنا من القانطين اللهم فإن بالعباد والبلاد من الجهد والجوع والضنك ما لا نشكو إلا إليك، اللهم أنبت لنا الزرع وأدرّ لنا الضرع وأنزل علينا من بركات السماء وأنبت لنا من بركات الأرض واكشف عنا من البلاء ما لا يكشفه غيرك، اللهم إنا نستغفرك إنك كنت غفارا فأرسل السماء علينا مدرارا.
Read More >>