Sumur tanah yang menjadi sumber air yang digunakan masyarakat Pondok pesantren Al-Anwar ini merupakan suatu pondok yang dirintis oleh Syaikhina Maimoen Zubair. Beliau adalah cikal bakal pokok dari Pesantren Al-Anwar. Nama Al- Anwar diambil dari nama ayahnya. Yaitu, KH. Anwar. Hal ini dilakukan sebagai wujud birrul walidain untuk mengabadikan nama tersebut. Sebelumnya, KH. Anwar bernama Kiai Zubair. Namun, nama tersebut diubah ketika beliau pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah. Karena mengubah nama ketika pergi haji sudah menjadi tradisinya orang-orang Jawa.

 

Adapun nama Kiai Zubair ini mempunyai sebuah arti tersendiri. Yaitu, kata “Jub” yang berarti sumur dan “Ber” yang berarti lebar-lebar. Jadi, artinya sumur yang tidak memakai timba. Oleh karena itu, jika ada sumur yang airnya meluap ke permukaan untuk mengambil airnya tidak usah memakai timba.

 

Sumur itu sendiri awal mulanya ketika zaman Nabi Syuaib As. Suatu ketika terjadi pengembalaan kambing-kambing oleh putrinya Nabi Syuaib As. Sumur yang airnya mau diambil oleh putrinya Nabi Syuaib telah tertutup oleh batu besar. Sehingga, batu itu diangkat oleh Nabi Musa As dan akhirnya airnya bisa diambil oleh putri Nabi Syuaib As.

Selain sumur, ada juga yang menjadi sumber mata air. Yaitu, sumber dan sendang. Yang mana sumber ini sendiri ada pada zaman Nabi Musa As. Hal ini sebagaimana yang termaktub di dalam Al-Quran. Allah berfirman:

 

وَإِذِ اسْتَسْقَى مُوسَى لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ (60

 

"Dan (Ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku Telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan." (QS. Al-Baqarah : 60).

 

Sedangkan sendang itu muncul pada zaman Nabi Ayyub As. Beliau sosok Nabi yang kaya-raya yang menjadi menantu Nabi Yusuf As.

 

Dari pokok permasalahan di atas, yang menjadi poin pembahasan adalah air. Karena dari air bisa menyebabkan segala sesuatu menjadi hidup. Air adalah sumber kehidupan. Allah berfirman:

 

"Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup." (QS. Al-Anbiya' : 30).

Selain ayat di atas, Syaikhina Maimoen Zubair juga mengutip surat Al-Fatir ayat 27 dan 28 yang ada keterkaitannya sebagai pokok kehidupan. Allah berfirman:

 

"أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ ثَمَرَاتٍ مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهَا وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيضٌ وَحُمْرٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهَا وَغَرَابِيبُ سُودٌ (27) وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ (28

 

"Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (QS. Al-Fatir : 27-28).

 

Dari ayat ini, Syaikhina Maimoen menjelaskan segala sesuatu yang hidup ini membutuhkan air. Kehidupan itu sendiri dibagi menjadi dua bagian. Yaitu, kehidupan Hayawani dan kehidupan Nabati.

 

Fungsi air sebagai sumber kehidupan mempunyai peran penting dalam membantu suatu hal untuk zikrullah. Mengapa demikian? Karena dari air yang menyirami tumbuh-tumbuhan telah menjadikan penyebab makhluk akan bisa hidup. Sehingga, tumbuh-tumbuhan yang hidup tadi selalu membaca tasbih sebagaimana yang sudah maklum dalam ayat suci Al-Quran. Maka dari itu, syariat Islam melarang seseorang yang mencabut tumbuh-tumbuhan tanpa adanya kepentingan yang dibenarkan oleh syariat. Berani mencabut tumbuhan tanpa alasan yang dibenarkan, berarti orang tadi telah mengurangi jumlah makhluk yang membaca tasbih kepada Allah.

 

Air itu sendiri ada kalamya yang bermakna etimologi dan majazi. Namun, yang dititik beratkan oleh Syaikhina Maimoen di sini adalah makna secara majazi. Dalam surat al-Fatir ayat 27, air mempunyai makna Al-Quran yang menjadi sumber pokok hukum agama Islam. Karena dari air-air Al-Quran, Allah telah mengeluarkan buah-buahan. Akan tetapi, yang dimaksud buah di sini adalah aneka ragam ilmu pengetahuan yang dilahirkan oleh para ulama. Terkadang ada satu jenis buah, akan tetapi rasanya berbeda-beda. Seperti buah Nangka dari Malang berbeda rasanya dengan Nangka dari Medan. Begitu juga ilmu agama yang satu jenis, misalnya ilmu fikih. Di dalamnya terdapat bermacam-macam pengolahannya. Buahnya yang dihasilkan juga bermacam-macam. Seperti Imam Madzhab yang mengolah hukum Islam dengan cara yang berbeda-beda dan menghasilkan buah yang berbeda-beda pula. Mereka itu adalah Imam Hanafi, imam Maliki, Imam Safii dan Imam Hanbali.

 

Setelah air yang menjadi pokok kehidupan di dunia adalah gunung-gunung. Sebab, gunung-gunung adalah tiang bumi. Hal ini ada sinonimnya dengan seorang ulama yang berperan penting menjadi tiang agama. Gunung itu sendiri juga mempunyai bermacam-macam garisnya. Ada yang Putih menandakan keikhlasan. Warna Merah menandakan semangat. Ada juga warna yang Hitam Pekat. Hal ini ada analognya dengan karakter seorang ulama dalam memperjuangkan agama Allah. Ada kalanya mereka yang berjuang dengan ikhlas (Putih) dan ada yang gigih (Merah) dan ada pula yang tidak ikhlas (Hitam) karena adanya keinginan mencari embel-embel dunia.

 

Di antara makhluk yang telah disebutkan tadi, yakni manusia, binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan yang takut kepada Allah hanyalah ulama. Mengapa yang disebut di sini ulama? Karena ulama mempunyai ilmu yang bersambung menuju Al-Quran. Sehingga, hal ini membuat mereka taqwa kepada Allah Swt.

 

Setelah menguraikan dengan jelas tentang permasalahan di atas, Syaikhina Maimoen menjelaskan apabila ada seseorang yang sudah menjadi alim, maka dia akan mempunyai banyak rizki. Dari mana rizki itu? Allah Maha Mengetahui untuk mengatur masalah tersebut.

 

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

 

"Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (QS. At-Thalaq : 2-3).

Apabila orang yang alim sudah menjadi kaya karena banyaknya rizki yang dikaruniakan Allah kepadanya, maka dia harus rajin berinfaq, baik secara terbuka atau secara sembunyi-sembunyi. Allah berfirman :

 

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ (29

 

"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi." (QS. Al-Fatir : 29)

 

Sarang, 4 Februari 2010

Catatan: Artikel ini disarikan dari ceramah Syaikhina Maimoen Zubair saat acara Ikhtibar awal Muhadloroh 2009.

0 comments:

Post a Comment