Kemuliaan rumah “Rumahku ini adalah rumah yang lemah, seperti sarang laba-laba. Tapi, setelah dikunjungi Habib (Habib Salim As-Syathiri), rumahku menjadi rumah yang perkasa, paling megah, bersinar dan bercahaya pada hari ini, melebihi dari hari-hari yang sebelumnya. Sebab beliau membawa kemuliaan ilmu dan nasab,” Ujar Syaikhina Maimoen ketika dikunjungi Habib Salim As-Syathiri.

 

Kemuliaan rumah itu bukan disebabkan oleh bagus dan mahalnya perabotannya, serta bukan pula karena hebatnya arsitekturnya. Tapi, bagusnya rumah itu, disebabkan oleh mulianya penghuninya. Kalau rumah itu dihuni oleh orang-orang yang dicintai Allah, yaitu mereka yang punya ilmu, para auliya’ dan ulama, niscaya rumah itu akan menjadi mulia meskipun dengan bentuk yang sederhana. Hal inilah yang diajarkan oleh para salafus shaleh untuk berprasangka baik kepada hamba Allah. Khususnya berbaik sangka terhadap orang-orang yang alim.

 

Ada sebuah cerita yang berkaitan dengan permasalahan di atas. Duhulu kala pada zaman khalifah Al-Ma’mun pernah dikisahkan bahwa khalifah Al-Ma’mun bertanya kepada anaknya, “Wahai putraku istana mana yang paling indah?” Lalu sang anak menjawab,” Istana yang paling indah adalah istana yang jika Engkau berada di dalamnya.” Selain itu ada juga cerita, duhulu ada seoarang khalifah yang bertanya kepada putranya, “Wahai anakku, lihatlah cincin ayah, mana yang lebih bagus, cincinnya atau batu akiknya?” Maka sang anak menjawab, ”Yang paling bagus adalah yang memakainya.”

Memuliakan dan menghormati ulama merupakan ciri-ciri orang yang bertaqwa. Hal itu termasuk mengagungkan syiar-syiar Allah. Karena Ulama merupakan syiar Allah. Allah berfirman:

 

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ (32)

 

"Demikianlah (perintah Allah). dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, Maka Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati." ( QS. Al-Hajj : 32)

Pesantren Al-Anwar itu mempunyai hubungan ruh yang erat dengan keturunan Rasulullah Saw dan para ulama. Sehingga, banyak ulama dan habaib yang berkunjung di pesantren ini dengan memberikan pandangan khusus bila dibanding dengan yang lainnya. Maka tidak mengherankan, jika banyak santri dari Sarang yang pergi menimba ilmu ke negeri ulama Timur Tengah khususnya Tarim, Hadrahmaut.

 

Mengapa di sini Hadrahmaut yang menjadi sorotan utama meskipun ada kota induk Islam, yaitu Makkah dan Madinah? Karena Hadrahmaut merupakan negeri para wali dan para ulama. Tidak ada wali yang agung dari Indonesia kecuali dia mempunyai intisab keturunan atau intisab ilmu dari Hadrahmaut, khususnya kota Tarim. Misalnya Wali Songo yang mempunyai hubungan khusus dengan Hadrahmaut. Sehingga, mereka menjadi ulama yang mempunyai banyak barakah.

 

Hadrahmaut merupakan kota Islam yang mempunyai keistimewaan lebih dari pada yang lainnya. Sebab, sudah diceritakan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam at-Tabrani bahwasanya Rasulullah Saw telah bersabda, “Hadrahmaut itu menumbuhkan para wali sebagaimana tanah menumbuhkan rumput.” Apabila ada satu wali yang meninggal, maka akan tumbuh seribu wali sebagai gantinya. Sehingga, dari prediket ini, Hadrahmaut menjadi pusat para wali di samping menjadi pusat ilmu. Selain itu, ada juga kisah yang memperkuat bahwa Hadrahmaut itu merupakan kota auliya. Telah dikisahkan oleh Habib Salim bin Jindan dengan sanad yang bersambung kepada kepada Rasulullah Saw. Suatu ketika ada seseorang yang datang kepada Rasulullah Saw.

 

“Dari mana engkau wahai Fulan?” tanya Rasulullah Saw.

 

“Aku datang dari negeri Hadrahmaut,” jawab Fulan.

 

“Apakah kamu tahu di sana ada daerah yang namanya Tarim?”

 

“Iya, ya Rasulullah.”

 

“Ketahuilah, di sana kelak akan muncul para auliya yang mereka itu termasuk dalam firman Allah:

 

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ (37

 

Sarang, 22 Juni 2007.

Catatan: Artikel ini disarikan dari ceramah Syaikhina Maimoen Zubair dan Habib Salim As-Syathiri saat ada kunjungan Habib Salim As-Syathiri yang kedua.

0 comments:

Post a Comment