Perempuan dan Masjid

oleh : KH. Dr. Abdul Ghofur Lc. Msi 

Dalam Surah An-Nur: 36-37 disebutkan: Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.

Sebagian ulama tafsir menegaskan bahwa kata laki-laki di dalam ayat di atas juga termasuk perempuan, sehingga tidak hanya laki-laki saja yang berhak untuk melakukan aktifitas di masjid, tetapi juga kaum hawa dengan tanpa diskriminasi.

Masjid adalah tempat untuk mendapatkan siraman-siraman rohani, baik lewat mendengarkan ceramah keagamaan maupun praktik kerohanian. Hak wanita dan hak pria dalam hal ini juga sama, tak ada perbedaan. Rasulullah s.a.w. telah menegaskan dalam satu hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Umar: "Apabila istri kalian meminta izin ke masjid maka janganlah kalian menghalanginya". (h.r. Bukhari Muslim)

Hadist tersebut kelihatannya kontradiksi dengan hadist yang mengatakan "Sebaik-baik sholat perempuan adalah di rumahnya" (h.r. Ahmad dll.), namun dapat dipadukan bahwa hadist yang mengatakan bahwa sholat perempuan di rumahnya lebih utama adalah pada kondisi rumah itu lebih aman baginya dan tidak merepotkannya atau tidak ada alasan kuat yang menganjurkannya untuk ke masjid. Ataupun pada kondisi perempuan pergi ke masjid dengan pakaian glamor, memakai make-up dan wangi-wangian berlebihan sehingga kepergiannya ke masjid tidak mencerminkan untuk menjalankan ibadah.

Adapun hadist yang melarang menghalangi perempuan ke masjid adalah pada kondisi dimana itu sangat bermanfaat baginya, misalnya menghadiri majlis taklim dan kajian-kajian agama di masjid atau belajar agama. Begitu juga pada waktu hari raya Idul Fitri dan Idu Adha, dimana kaum hawa dianjurkan untuk ikut meramaikan masjid.

Takut Fitnah, Apakah benar demikian?

Ada juga alasan 'takut fitnah' untuk melarang perempuan ke masjid. Namun sebenarnya itu hanyalah phobia atau ketakutan yang tidak beralasan. Pada zaman sekarang ini justru perempuan kita harus lebih banyak ke masjid. Kalau perlu, kegiatan perempuan juga sebaiknya lebih banyak yang terkait dengan aktifitas masjid agar hati mereka lebih dekat dengan masjid dan banyak tertaut dengan ajaran agama dan pesan-pesan spiritual yang ada di masjid.

Betapa pada zaman ini kita sangat risau dengan sepak terjang kaum perempuan yang tidak saja semakin jauh dari masjid, namun juga menampilkan aktifitas yang bertentangan dengan nilai-nilai moral agama. Mungkin itu juga dampak dari keterasingan mereka dari masjid dan segala aktifitas positifnya.

Oleh karenanya, Imam Ibnu Hazm menentang riwayat "salat di rumah lebih baik bagi wanita". Ia selanjutnya membuat analogi demikian: jika memang wanita sebaiknya melakukan ibadah di rumah, kenapa Rasul menyuruh mereka untuk keluar rumah di saat kaum muslimin merayakan hari lebaran (ied)? Bahkan wanita yang sedang dalam keadaan datang bulan pun diminta Rasulullah s.a.w. ikut keluar (rumah) pula, karena lebaran adalah hari pestanya kaum muslimin. Wallahu a'lam

0 comments:

Post a Comment